Spring di Busan


Cherry Blossoms at Samnak Park

Akhirnya, Musim Semi telah tiba!
Setelah mengalami musim dingin terdingin yang pernah kualami sepanjang hidup!!! (belagu-kayak tiap tahun aja ngalamin!), akhirnya secara tiba-tiba temperatur Korea Selatan berubah drastis, dari -1 Derajat Celcius di hari Rabu dengan sedikit salju, kemudian keesokannya mendadak suhu menjadi 18 Derajat. Yup, seolah ada tuas switcher yang tinggal didorong untuk merubah musim di Korea. Semudah itu!

Dan akhirnya, tunas daun mulai bermunculan, plus tentu saja yang paling dinanti adalah kuncup-kuncup cantik bunga Sakura atau Cherry Blossom yang muncul diantara batang-batang gundul.

Musim semi, dengan kisaran suhu 6-22 derajat  celcius, dipercaya sebagai musim terbaik untuk mengunjungi Korea Selatan. Selain karena kebanyakan kota mulai tertutup kanopi warna pink-white, namun juga suhu udara yang tidak terlalu dingin membuat orang-orang nyaman untuk beraktivitas outdoor. Hal itu juga yang mendorong jumlah pariwisata di negeri ini mencapai puncaknya saat memasuki musim semi yang biasa dimulai di akhir Maret. Konsekuensinya, dengan tumpahan turis dimana-mana, tempat-tempat wisata menjadi sangat padat-tentu saja akomodasi menjadi agak mahal.

Cherry Blossom Season di Korea biasanya dimulai dari bagian selatan seperti Jeju-do kemudian mulai merangkak naik ke atas dan sampai terakhir di daerah perbatasan Korea Selatan dengan Korea Utara.  Perbedaan waktu dimulainya musim semi di bagian selatan dan utara juga relatif cepat. Contohnya tahun ini, pada tanggal 02 April 2018 saya pergi ke daerah selatan (Busan-Changwon) adalah saat peak dari Cherry Blossom, sementara di Seoul (agak ke utara), pohon Cherry Blossom sudah mulai mengembang beberapa bagian kota dan diperkirakan tanggal 06 April 2018 mencapai puncaknya.

Dua tahun yang lalu, saya telah berburu Cherry Blossom di beberapa kota: Busan, Jinhae dan Seoul-dan untungnya berhasil!Oleh karena itu tahun ini saya ingin mengulangi itinerary tersebut, kali ini dengan waktu yang lebih panjang, 2 hari di Busan dan 1 hari di Jinhae.

Perjalanan saya dari Seoul ke Busan ditempuh menggunakan Kereta Cepat KTX pada Sabtu pagi tanggal 30 Maret 2018. Karena saya ingin explore Busan sepenuhnya selama 2 hari, tujuan saya kali ini tidak 100% ber-Hanami-ria. Saya ingin mengexplore lebih banyak meskipun jujur saya tidak memiliki itinerary yang ambisius seperti jaman muda dulu (T_T).

Saya memilih booking hotel di daerah Sasang,Busan karena dua hal; 
  1. Terdapat taman yang luar biasa indah di daerah Renecite-sekitar 100 meter dari terminal Sasang, 
  2. Saya perlu mengejar bus ke Jinhae di pagi hari yang bisa diakses melalui terminal bus Seobu daerah Sasang.
Sialnya, hotel yang kami booking sebelumnya tiba-tiba melakukan cancellation di pagi ketika berangkat. Ngantuk dan pusing, saya dengan cerdasnya accidently membooking love hotel di daerah Sasang. But not really bad, though (hahaha!I want to tell you the detail honestly but not in here)

Sesampai di stasiun Busan, kami menyimpan tas di locker seharga KRW 2000 dan menuju ke tujuan pertama kami, Gamcheon Culture Village a.k.a desa warna-warni.  


Gamcheon Culture Village (11.00 - 13.00)

Gamchoen Culture Village

Gamchoen Culture Village, atau kampung warna warni merupakan salah satu contoh proyek Gentrifikasi yang berhasil (at least terkenal ke seluruh dunia). Dulunya, desa di punggung bukit -di balik laut ini merupakan pemukiman penduduk biasa yang kemudian menjadi jujugan wisata di Busan.  Bahkan, ada yang bilang ini adalah Santorini Korea Selatan, Is it?


Untuk menuju ke sini, cukup naik Metro dari Busan Station dan turun di stasiun Toseong dan keluar di Exit 6. Dari exit, berjalan sedikit ke arah rumah sakit dan tunggu untuk Bus nomor 1-1, 2 atau 2-2 dan turun di halte Gamchoen.

Cherry Blossoms are everywhere

Gamchoen Culture Village ini menjadi salah satu must visit spot selama di Busan karena warna-warni cantik dari pemukiman bisa menjadi latar belakang foto yang instagramable. Namun tidak hanya terbatas pada itu, karena kontur dari kawasan ini yang naik turun seperti  mendaki dan turun bukit, pada beberapa view, pengunjung bisa menikmati sekaligus birunya laut, menikmati segelas kopi atau es krim dan melakukan game treasure hunting yang disediakan oleh pengelola setempat. Apalagi di saat spring, Cherry Blossom bermekaran dan mewarnai bukit menjadi pink-white.


Wefie is a must
Terdapat salah satu must-take photo spot yaitu bersama dengan patung Little Prince, namun sayangnya saat datang kesana, antriannya sangat panjang jadi saya mengibarkan bendera putih dan melewatkan berfoto dengan patung tersebut.

Anyway, untuk disebut sebagai Santorini Korea Selatan, well, hold that thought! Namun, desa ini cantik dengan warna-warninya maupun detail-detail kecil di tiap sudut seperti mural atau kafe-kafe instagramable. So still, menurut saya, this place is worth to visit.


Busan Tower (Yongdusan Park)  (13.00-15.00)

Berjarak dua (2) stasiun dari Goseong, saya melanjutkan perjalanan ke salah satu titik tertinggi kota Busan, Busan Tower (stasiun Nampo exit 7). Busan Tower ini merupakan satu kawasan dengan Yongdusan Park, berada tepat di pusat perbelanjaan terkenal Busan, Nampo. 

Busan Tower merupakan menara yang menjulang di atas bukit. Meskipun tidak setinggi N Seoul Tower, namun cukup tinggi untuk menikmati pemandangan kota Busan secara 360 derajat. Untuk menuju ke atas, diperlukan membeli Lift Pass seharga KRW 7000 (jika tidak salah!). 


Landscape of Busan

Melalui Observatory Room, pengunjung dapat  menikmati birunya laut berbatasan dengan kota pelabuhan ini. Beberapa alat-alat berat terlihat menjulang di beberapa sisi menandakan bahwa pembangunan masih terus dilakukan di kota ini. Di satu sisi, terdapat bukit-bukit tinggi yang dipadati pemukiman penduduk. Yang paling saya suka dari Busan adalah tentunya jembatan-jembatan cantik yang menghubungkan antar kawasan di kota. Sayangnya saya tidak membawa tripod, jadi belum bisa mengabadikan night shot dari kota ini. 

Bagi penyuka aerial view, Busan Tower adalah salah satu pilihan yang cukup menarik untuk melihat kota Busan dari ketinggian. Ketika naik Busan Tower. membuat saya agak teringat dengan Tugu Monas di Jakarta (karena efek harus naik lift untuk ke atas).

To sum up, Busan Tower ini merupakan salah satu pilihan untuk melihat Busan dari ketinggian, however I suggest to visit tower at night time to optimizing your city view. 
3D museum di lantai dasar Busan Tower

BIFF dan Jagalchi Fish Market (15.00-17.00)

Tidak jauh dari kawasan perbelanjaan Nampo, terdapat kawasan pedagang kaki lima yang diberi nama BIFF (Busan International Festival Film) Square. BIFF Square ini merupakan pengembangan dari yang sebelumnya daerah tempat berdirinya bioskop yang dibangun setelah masa penjajahan Jepang, kemudian renovasi besar-besaran dilakukan sebelum diadakan Busan International Film Festival (BIFF) di tahun 1996.

Kemudian kawasan ini terus berkembang menjadi kawasan wisata dengan dilengkapi cap tangan artis-aktor internasional maupun lokal di lantai-lantai sepanjang kawasan BIFF. Sampai dengan saat ini, kawasan ini menjadi salah satu tempat kunjungan terpadat yang ada di Busan karena banyaknya street food lezat yang berjualan.

Jujur mata saya lebih terhipnotis adalah deretan kaki lima yang berlomba mengundang perut saya yang kelaparan, daripada membaca nama-nama artis di lantai kawasan ini. Begitu banyak masakan tradisional Korea yang dijual di sini, dan saya terpaku pada korean pancake yang tidak tahu apa nama aslinya-sebuah pancake yang diisi gula merah dan keju mozarella yang super banyak. It was superb! kemudian saya mencoba steak-yang ternyata tidak terlalu lezat-namun murah!

Odeng! Our favorite!

Karena berjalan seharian, perut saya meminta 2 porsi (snack dan main course, karena alasan itu saya masuk ke salah satu restoran Kappa Sushi, yang menyediakan sushi bar dengan harga rakyat- KRW 1800 per plate.

 Berseberangan dengan BIFF, terdapat salah satu pasar seafood yang sangat dibanggakan oleh warga Korea, Jagalchi Market. Hampir sama dengan Tsukiji di Tokyo, Jagalchi menyediakan produk seafood fresh dan jika tertarik, pengunjung dapat langsung membeli untuk dimasakkan oleh penjualnya. Terdapat deretan restoran  yang biasanya berada di lantai 2 sementara lantai 1 digunakan pengunjung untuk memilih jenis seafood yang ingin dimasak.
Fresh Products di Jagalchi

Begitu banyak ragam seafood yang dijual di pasar ini, bahkan terdapat beberapa makhluk yang belum pernah saya lihat sebelumnya-semacam ikan dari jaman purba.

Karena kaki saya sudah lelah, maka saya mengakhiri hari itu dengan kembali ke daerah hotel di Sasang dan menutup perjalanan hari pertama.


Day 2

Samnak Park (10.00-12.00)

Di kawasan antara Bandara Gimpo dan stasiun Renecite, membentang 2 aliran sungai sejajar dimana diantaranya terdapat taman memanjang sekitar 2 km dan pada saat musim semi, membentuk kanopi cherry blossom yang luar biasa indah.

taken at Samnak Park
Samnak Park adalah salah satu taman favorit saya, sekaligus hidden park (yang saya yakini) karena tidak banyak turis yang saya temui di sana! Sebagian besar pengunjung adalah warga sekitar (saya tahu dari dialek bahasa-yang biasa kita lihat di k-drama! ha!).


Cherry Blossoms Canopy

Berjalan menelusuri taman ini tidak perlu takut kelelahan karena di setiap berapa meter akan terdapat bangku untuk beristirahat, plus foodtruck-foodtruck yang terparkir, menjual makanan-makanan khas Korea dan Jepang. Tentu saja, kemanapun saya pergi, yang dicari adalah Odeng, korean fish cake dengan harga KRW 1,000. Snack termurah yang pernah kami temui di negeri Ginseng ini.

Saya berjalan kaki di taman ini sekitar 2 jam lamanya (1.5 jam digunakan untuk duduk dan makan, of course) dan setelah kaki mulai kesemutan, saya memutuskan untuk kembali ke Nampo untuk mencari makan siang dan dilanjutkan mengunjungi kawasan Heundae Beach.


Haeundae Beach dan Dalmaji Hill (12.00-19.00)

Untuk menuju ke kawasan Haeundae Beach, saya menyetop bus di halte bus depan Jagalchi Market dan meloncat naik ke bus nomor 1003. Karena Haeundae Beach merupakan sisi kota yang berbeda dengan downtown, bus yang saya naiki adalah bus jarak jauh (semacam antar kota) bertarif KRW 1,800. Perjalanan menuju kesana membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan pemandangan cherry blossom hampir di sepanjang jalan.

Tidak jauh dari pantai Haeundae, saya baca terdapat cherry blossom canopy di kawasan Dalmaji-gil yang merupakan tracking path menuju Dalmaji Hill. Jadi, saat menaiki bus, saya melebihkan 2 halte dari Haeundae Beach untuk menyusuri kawasan ini.

Dalmaji-gil

Dalmaji-gil adalah salah satu kawasan yang terkenal karena pemandangan laut biru, pantai berpasir putih di sepanjang jalan. Pada saat spring, jalan ini menjadi semakin scenic karena cherry blossom yang bermekaran serentak.

Kawasan ini terhubung dengan pantai Haeundae dan di beberapa titik, terdapat deck memanjang sebagai observatory. Instead of semakin menanjak, kami memilih turun ke dalam hutan pinus dan menemukan observatory dimana kami bisa melihat birunya laut di Busan.  Namun karena kabut dan overexposure, alih-alih mengambil gambar laut, kami memutuskan berfoto ala cover film yang diangkat dari karya Nicholas Spark.

Nicholas Spark's Book Cover
Karena determinasi saya rendah dalam hiking, kami memutuskan untuk terus turun sampai dengan bertemu dengan rel kereta yang berbatasan dengan lautan. Rel kereta ini konon sudah tidak beroperasi lagi namun masih dirawat karena orang-orang macam kami yang haus akan spot foto harus mengunjunginya (Padahal---di depan rumah rel kereta juga ada, keleus!)

At least, I have canola flowers as the background

Terus berjalan, sambil mengamati pasangan-pasangan lokal dengan matching shirts atau jepit rambut (yeah, you read it damn right! even cowo pake jepit rambut cherry blossom), kami akhirnya menemukan Haeundae Beach dengan pasir putihnya.

Well, karena Indonesia memiliki puluhan pantai yang sangat indah, saya tidak akan menceritakan detail dari salah satu pantai ter-hits di Busan ini. Namun, pemandangan dari padatnya pemukiman di bukit berbatasan dengan pantai ini yang menarik lensa saya.

Density of Busan

Night at Haeundae Beach


Sebagai kota terbesar kedua di Republik Korea, Busan merupakan kota metropolitan dan menjadi semakin indah karena berbatasan dengan lautan biru. Selain tujuan wisata yang saya sebutkan diatas, masih banyak tujuan-tujuan wisata lain terutama bagi penggila night shoot karena pemandangan malam hari kota Busan sangat indah, dan tentu saja salah satu alasan yang membuat kota ini dipilih sebagai shooting location dari film Black Panther. 

Lebih-lebih, beberapa harga makanan dan minuman pun sedikit lebih murah jika dibandingkan dengan Seoul! Oleh karena itu, menurut saya, rasanya kurang sah jika sudah ke Korea namun belum pergi ke Busan, terutama saat spring!


Basic Info:
1. Sama seperti di Seoul, hampir seluruh toko menerima pembayaran dengan kartu
2. Kecuali street food, mereka menerima tunai
3. Sebagian besar toilet sudah menggunakan tissue yg langsung dihancurkan di toilet
4. Temperatur udara di Busan lebih hangat sekitar 1-2 derajat daripada Seoul
5. Tersedia locker di Stasiun seharga KRW 2,000
6. Masakan Indonesia tersedia di daerah Sasang
7. Pembayaran bus, kemanapun selalu menggunakan T-money atau Cash Bee
8. Isi ulang T-money  di convenience store atau vending machine
9. Berjalan kaki di sisi kanan, instead of kiri
10. Hanya minoritas penjual yang mengerti bahasa inggris

Comments

Popular Posts