Chasing Autumn in Japan-Last Part

Having fun at Fujiko F Fujio Museum
Day 8 - Shinagawa- Kawasaki-Yokohama

Saya sampai dari Stasiun Shin-Osaka ke Shinagawa sekitar jam 12 siang. Setelah Check-in kembali di Via Inn Omiachi Tokyo, kami memutuskan untuk keliling kota Tokyo. Namun, setelah memikirkan bahwa hari ini adalah hari terakhir kami bisa menggunakan JR Pass, kami memutuskan untuk pergi ke Fujiko-F-Fujio Museum di Kawasaki.

Sebelumnya, kami pergi ke lunch sebentar di Yoshinoya dan ke Lawson untuk membeli tiket museum tersebut. Sebagai informasi, Museum Fujiko-F-Fujio tidak menjual tiket masuk on the spot, tiket bisa dibeli di Lawson seluruh kota di Jepang.

Kami datang ke Lawson dan cukup bilang ke kasir ingin beli tiket Fujiko-F Fujio museum, kemudian kasir mengantarkan kami ke sebuah mesin semacam ATM dan menunjukkan caranya untuk memesan tiket. Harga tiket adalah JPY 1,000 per orang.
Museum juga membatasi jumlah pengunjung per batch untuk menghindari keadaan museum terlalu penuh sehingga mengurangi kenyamanan pengunjungnya. Kami memilih jadwal jam 4 sore-yang merupakan batch terakhir hari itu.

Karena posisi kami sedang berada di kota Tokyo, dan museum tersebut di Kawasaki, kami berlari-larian mengejar kereta agar tidak terlambat sampai sana. Untuk menuju ke sana kami menggunakan JR Nambu Line, turun di stasiun Noborito.

Kawasaki berada diantara kota Tokyo dan Yokohama, namun masih termasuk dalam wilayar Tokyo Greater Area. Kawasaki merupakan kawasan industri dan residensial yang padat. Kota ini merupakan sarang dari perusahaan-perusahaan besar seperti Fujitsu, Dell, NEC, Toshiba,dan lain-lain. If you wonder, kota ini sama sekali tidak berhubungan dengan Kawasaki Motors- brand tersebut berasal dari nama pemiliknya- Kawasaki Shozo.
Doraemon and Friends di Pagar seberang museum



Kami tiba di stasiun Noborito kira-kira pukul 3 lebih 10 menit. Keluar dari stasiun, kami menuju ke halte tepat di depan eskalator untuk menunggu shuttle bus yang akan membawa kami ke museum. Tidak menunggu lama, sebuah bus berwarna biru bergambar doraemon muncul menjemput kami.

Untungnya, karena batch terakhir bus kosong dan hanya ada 5 orang termasuk saya, suami, dan sopir bus tersebut. Dekorasi di dalam bus pun juga mengikuti tema doraemon, beberapa miniatur doraemon dan teman-temannya menempel di sana-sini, dan bahkan bell untuk penumpangpun bergambar doraemon.

Perjalanan kami hanya sekitar 10 menit-itupun dikarenakan bus berjalan lambat seolah disengaja agar kami menikmati suasana tenang kawasan pemukiman Kawasaki. Bus berhenti tepat di halte lobby museum jadi kami tidak perlu berjalan jauh lagi.

Saat tiba, kami mencoba bertanya pada 2 resepsionis cantik apakah kami diijinkan masuk. Mereka mengatakan bahwa pintu dibuka sesuai tiket, jam 4 sore namun kami diijinkan mengantri sejak pukul 4 kurang 10. Mereka menyarankan agar kami berjalan-jalan ke daerah sekitar museum, seperti kuil yang berada dalam walking distance.
Aksesoris di Shuttle Bus
Karena kami masih kelelahan, kami memutuskan duduk di banku panjang depan museum dan melaksanakan sholat sambil menunggu pintu di buka.

Fujiko-F-fujio museum tidak hanya terdiri dari doraemon. Beberapa karakter seperti P-man, bahkan karakter yang tidak pernah kuketahui juga ada di sana.

Museum terdiri dari 2 lantai dimana di lantai pertama merupakan pameran gambar kerja dari si jenius Fujiko-F-Fujio selama beberapa tahun. Beberapa diantaranya berupa potongan doraemon, namun juga manga lainnya. Saat masuk, kami diberi semacam audio-gadget untuk mendengarkan penjelasan setiap gambar yang ada di sana dalam bahasa inggris.

Di lantai 2, kami bisa melihat replika ruang kerja Fujiko-F-Fujio (which shown that he loved dinosaur!) dan playground, cafe, perpustakaan, teater dan beberapa replika doraemon gadget. Yang paling menarik adalah pameran surat dari anak Fujiko-F Fujio kepada Ayahnya yang menyatakan bahwa ia sangat bangga bahwa karakter ciptaan Ayahnya sangat dicintai oleh banyak orang. Selain itu, juga terdapat barang-barang pribadi Fujiko F Fujio seperti tas kulit, dan beberapa kamera polaroid. Dari beberapa foto, juga terlihat bahwa Fujiko F Fujio menyukai fotografi dan hiking.  Dikarenakan kami diijinkan mengambil foto hanya di beberapa daerah tertentu, maka foto kami juga terbatas.

Di luar, terdapat taman di mana terdapat beberapa replika dari komik doraemon seperti pintu ajaib, dinosaur yang dikendarai nobita, 3 pipa yang ada di dalam taman tempat kejadian perkara nobita sering dianiyaya Giant, dan yang paling menarik adalah replika episode sumur yang bisa mengubah benda buruk menjadi baik- saat Giant tercemplung dan muncul sebagai Giant Ganteng.

Kami bersenang-senang di sini- mengagumi our childhood heroes selama 2 jam penuh, dan tentu saja belanja gila-gilaan di souvenir shops. Dari museum itu, kami seolah lebih mengenal Fujiko F.Fujio, bagaimana ia menghabiskan waktunya dan proses ia mulai menciptakan karakter yang sangat kami (saya dan suami) cintai itu.

Di dalam perpustakaan

Sesudah itu, kami putuskan untuk kembali karena matahari sudah mulai tenggelam. Kami sekalian pergi ke Yokohama mengendarai JR Line. Perjalanan menuju ke sana ditempuh selama setengah jam dan sialnya kami salah turun stasiun.

Tempat yang kami tuju adalah bay-side dari Yokohoma, namun kami turun di sebuah kawasan perbelanjaan. Dan setelah berjalan jauh mencari arah, kami baru memutuskan bahwa memang benar kami salah arah. Daripada sia-sia, kami putuskan untuk makan malam udon di stasiun sebelum Kami berjalan kembali ke stasiun untuk menuju ke stasiun Minato Mirai.

Setelah keluar dari stasiun, dan melihat pemandangan gemerlapan dari ferris wheel di pinggir teluk yokohama, kami tahu kami tidak salah stasiun lagi! Kami berjalan sekitar 600 meter untuk berjalan kepinggiran laut dan duduk di kursi taman untuk menikmati cahaya kota Yokohama.

Minato Mirai at Night
Pemandangan Minato Mirai 21 hampir setipe dengan pemandangan di Marina Bay Sands. Gedung-gedung tinggi menjulang, giant ferris wheel yang memantulkan cahayanya di atas permukaan air laut yang tenang. Bedanya, udara yang berhembus di sini sekitar 10 derajat dan terdapat pepohonan Ginkgo yang telah menguning.

Kami tinggal di sana sekitar  1 jam untuk mengambil foto sebanyak mungkin dan menikmati keindahan Yokohama. Setelahnya, kelelahan dan pegal-pegal, kami memutuskan untuk mengakhiri malam itu.


Day 9 Tokyo City Tour

Hari demi hari, kami semakin kesulitan untuk bangun lebih pagi karena tubuh kami menolak untuk bekerja-sama. Selama 8 hari di Jepang, alat pengukur langkah di jam saya menunjukkan angka fantastis dengan rata-rata jarak tempuh sekitar 13-18km per hari. Maka tidak heran kalau tubuh kami semakin mengabaikan perintah otak untuk bangun pagi (walaupun sebenarnya sudah saya alami sejak terlahir di dunia ini).

Menikmati Ketenangan Yoyogi Koen
Di hari kesembilan, kami bertekad untuk mencari oleh-oleh dan keliling kota Tokyo untuk menjajal kuliner kota ini. Namun godaan untuk mengunjungi taman-taman di Kota Tokyo lebih merayu kami.  Akhirnya, tujuan pertama hari kesembilan kami adalah pergi keYoyogikoen.
Ginkgo Tree di Yoyogikoen
Terletak di dekat stasiun Harajuku, Yoyogikoen berada di sebelah salah satu kuil paling terkenal di Tokyo, Meiji Shrine. Kami sadar bahwa autumn koyo belum sepenuhnya menyentuh kota tokyo saat kami datang, jadi kami tidak berharap banyak.

Namun, saat memasuki Yoyogikoen, kami melihat barisan Ginkgo Tree yang telah menguning dan menggugurkan daunnya. Senang dan bersemangat kami berputar-putar taman itu hingga kami kelelahan dan memutuskan untuk duduk di kursi taman di depan danau buatan yang nampak dipadati kawanan burung gagak.

Kawanan Gagak di Kolam Yoyogi
Beberapa pohon sakura terlihat gundul, dan tidak banyak pohon maple ada di sana. Kesunyian, ketenangan, dan kenyamanan yang ditawarkan taman raksasa itu seolah menolak kenyataan bahwa kami berada di salah satu kota paling padat di dunia. Beberapa penduduk lokal dan ekspatriat seolah sudah terbiasa dengan ritme kota Tokyo, terlihat sedang asyik berolah raga di suhu 12 derajat siang itu.

Saat itulah, saya begitu iri dengan penduduk kota Tokyo yang memiliki banyak tempat pelarian untuk memisahkan diri dari hiruk pikuk dunia. Well, I want to live here (after back to malang first-of course).


Feel the air at Yoyogikoen

Tidak terasa, kami berada di sana hingga waktu makan siang telah lewat. Kami memutuskan pergi ke Ginza untuk menikmati kamemashi-salah satu favorite dish saya dari Jepang. Ginza merupakan kawasan perbelanjaan elit kota Tokyo, namun restoran yang kami tuju-Torigen- sama sekali tidak mahal alias ramah di kantong.

Saat kami datang, kondisi restoran sudah penuh, dan untungnya kami segera mendapat bangku. Setelah kami memesan Kamemashi dan Yakitori (yang enak bangetttt!), dan sempat beradegan memecahkan mangkuk, kami segera pergi ke tujuan kami selanjutnya, Gingko Avenue untuk mencoba peruntungan kami melihat koyo.

Ginkgo Avenue
Ginkgo avenue dibuat oleh Masuki Fujii di tahun 1908. Jalanan ini dipenuhi oleh pohon Ginkgo yang berjajar rapi sepanjang 300 meter. Karena keindahannya, spot ini dijadikan must-visit saat autumn tiba di kota Tokyo. Beberapa restoran juga nampak mencoba peruntungannya buka di sana. Salah satu restoran yang baru buka tampaknya sangat populer hingga antrian terlihat sepanjang 100 meter dan beberapa media sibuk meliput keramaian itu.

Saat di sana, pepohonan Ginkgo nampak mulai menguning namun belum sepenuhnya serempak. Meskipun demikian, jalanan itu masih saja indah dan saya setuju menamainya best spot to see Koyo in Tokyo. Namun karena suami lebih suka Maple Tree, dia menolak sepakat dengan saya (hahaha!)

Kembali dari sana, kami mengunjungi my bucket list-Jimbocho- pusat perbelanjaan buku bekas terbesar di Tokyo. Jimbocho merupakan jalanan panjang dengan barisan pertokoan yang menjual buku-buku bekas dengan harga super miring.

Beberapa buku yang di jual, ditumpuk di pinggir jalan agar memudahkan pengunjung untuk memilih. Saya bolak balik terhenti di tiap toko untuk melihat buku bahasa inggris yang bisa saya adopsi. Karena bagasi saya sudah berat, saya harus sangat selektif memilih buku-buku itu (karena semuanya sangat worth it!). Saya mendapatkan buku-buku dengan harga sekitar 100-500 yen! Alhasil, beban suami saya semakin berat membawa buku-buku itu sambil meneruskan perjalanan.
Kinokuniya Shinjuku, dan Jimbocho, serta omiyage
Saya berjalan sekitar 1 km sampai memutuskan bahwa toko yang saya tuju adalah arah sebaliknya.  Kami berjalan kembali ke arah stasiun dan menemukan sebuah toko yang menjual buku klasik (baca : kuno) bahasa jepang dengan harga fantastis, JPY 5 juta!

Akhirnya, setelah gagal mencari toko yang saya cari (toko yang menjual buku-buku bahasa inggris atas rekomendasi CNN!!), kami kembali ke stasiun dan memutuskan mencari makan malam di Shinjuku.

Kami makan di ramen seafood di seberang stasiun Shinjuku. Kami berani makan ramen di situ karena dia tidak menggunakan bahan dasar babi untuk kuah maupun produk makanan lain di restoran itu. Sesudah mengisi baterai tubuh, kami berjalan lagi untuk mencari oleh-oleh di daerah Shinjuku, sampai secara tidak sengaja saya menemukan Kinokuniya setinggi 8 atau 9 lantai (saya lupa) dan saya langsung bergairah kembali (sebelumnya sudah low bat dan cranky pengen pulang!).

Di kinokuniya pusat tersebut, saya menemukan 1 lantai penuh buku berbahasa inggris dengan koleksi yang luar biasa lengkap. Kalap, karena harganya yang relatif lebih murah daripada Kino tanah air, dan ada tambahan VAT refund, saya kembali menambahkan beban barang belanjaan pada suami :D

Setelah puas, dan mendapat VAT refund saya, kami putuskan untuk kembali ke hotel dengan waktu menunjukkan pukul 10 malam.

Day 10- Shinjuku-Narita-Indonesia

Mungkin, tidak hanya tubuh kami yang kelelahan, namun otak kami juga. Hari terakhir, kami kehabisan ide mau pergi kemana, bukan karena tidak ada tujuan lagi, namun karena simply kami kelelahan. Menyimpang dari jadwal yang kami rancanakan, kami memutuskan untuk kembali ke Shinjuku, kali ini untuk mengunjungi Shinjuku Gyoen Park.
Autumn di Shinjuku Gyoen Park
Setelah check out (di Jepang check out maksimum jam 10 pagi!), dan menitipkan bagasi di concierge, kami berangkat ke Shinjuku Gyoen Park, berharap menemukan koyo kembali.

Shinjuku Gyoen Park sebenarnya terkenal karena pemandangan indahnya saat musim sakura muncul, namun karena sebuah foto di instagram, kami mengira autumn sudah tiba di sana. Ternyata, yang terlihat di mata adalah hamparan hijau dan sedikit spot Mapple Tree yang mulai menunjukkan warna merah.

Shinjuku Gyoen Park terdiri dari 3 taman utama yaitu Japanese, English dan French landscape garden. Saat berada di sana, kebetulan sedang ada pameran bunga.
Kuil di dalam Shinjuku Gyoen Park

Berjalan mengitari Japanese Landscape garden, kami hanya menemukan beberapa spot koyo yang belum sepenuhnya berwarna. Setelah berputar-putar, kami memutuskan untuk makan siang di kawasan dekat stasiun shinjuku sebelum akhirnya kembali ke hotel untuk mengambil barang.

Karena masih ada waktu, kami memutuskan berputar-putar di kawasan pertokoan di seberang stasiun Oimachi. Dan ternyata, pertokoan tersebut sangat lengkap dengan barang-barang yang kami cari! Hal itu membuat kami memutuskan akan kembali menginap di hotel itu lagi jika kembali ke Jepang.
Pond di dalam Shinjuku Gyoen Park

Pukul 2 siang, kami pergi ke stasiun Shinagawa dan menunggu Narita E'xpress yang akan membawa kami kembali ke kenyataan. Hari sebelumnya, kami memesan seat NE'X di stasiun Shinagawa.

Sesampai di Narita waktu sudah menunjukkan pukul setengah 4 sore . Setelah check in, suica refund dan menaruh bagasi kami, kami mengisi perut kembali di McD bandara dan belanja Kit-Kat segala rasa (kecuali green tea! because I'm not fancy it!). Sesudah itu, kami masuk ke terminal dan menemukan toko pusat oleh-oleh yang menjual segala macam makanan asli Jepang termasuk Pocky segala rasa.

Awalnya kami ingin membelinya, namun karena antrian kasirnya cukup sadis, kami putuskan terus jalan sambil menunggu pesawat kami datang.

Overall, perjalanan 10 hari di Jepang ini sangat worth it! dan luar biasa indah. Personally, spot favorit saya adalah di Miyajima dan kehidupan kota di Tokyo. Sebelum menutup post ini, saya akan melakukan budget check terakhir.


No Keterangan Price
JPY
1 Via Inn Tokyo Oimachi          20,400
2 Yoshinoya                900
3 Fujiko-F-Fujio Museum            2,000
4 Shuttle bus                420
5 Udon at Yokohama            1,200
6 Lunch at Torigen            2,200
7 Dinner at Seafood Ramen            2,500
8 Shinjuku Gyoen Park                400
9 Pepper lunch-looks alike @Shinjuku            2,500
10 McD                800
total          33,320 

Oh ya, untuk yang ingin itinerary kami dalam bentuk excel (sebelum banyak mengalami perubahan-but i still hope it will assist you to plan) dapat di download di sini

Thanks all for reading!See you at my next trip!


Sebelumnya:
Mengejar Musim Gugur di Jepang Part I
Perjalanan Mencari Autumn Part II
Chasing Autumn in Japan -Part III

Comments

  1. Enak ya mbak elen jalan-jalan mulu...
    gak kaya aku mbak kerja mulu... udah kaya robot... hahahaha

    ReplyDelete
  2. ni jalannya di tanggal berapa yah? mau perkirakan kira2 gingko avenuenya peaknya ditanggal berapa?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekitar minggu kedua bulan november sih belum terlalu peak, sepertinya 2-3 days behind

      Delete

Post a Comment

Popular Posts