Catatan Perjalanan Haji Bagian I : I am Blessed!

Ka'bah pada Masa Haji

Sekitar 20 tahun yang lalu, saya pernah bercakap-cakap dengan teman baik saya. Saat itu kami masih berseragam putih merah,dan kami mengobrol tentang hal apa yang tidak terbayang dalam benak kami saat itu.

Teman : " Aku sing paling gak iso mbayangno iku ngelahirno. Yo opo yo lorone?" (Aku paling tidak bisa membayangkan kalau melahirkan. Bagaimana ya sakitnya?)
Saya : "Lek aku munggah kaji, uadoh banget" (Kalau aku, naik haji. Jauh banget).

Saat itu saya terbayang cerita Ibu saya, Naik Haji jaman dahulu ditempuh menggunakan kapal laut dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk kembali ke tanah air. Belum terbayang dalam benak saya sudah ada metode cepat naik Haji yaitu dengan pesawat! (Maafkan, saat itu pesawat belum booming karena Adam Air belum muncul!)

Dua puluh tahun kemudian, teman saya sudah memiliki 3 anak, tentu melalui proses melahirkan!
Dan dua puluh tahun kemudian, pembicaraan singkat dengan teman saya tersebut tiba-tiba terlintas saat akhirnya saya berangkat naik Haji! Sebuah proses yang sebelumnya tak terbayangkan, kini sangat dekat dengan memori saya. Sesegar sushi salmon yang saya makan siang tadi.

Perjalanan niat untuk naik haji secara bulat, bisa dibilang bukan yang direncanakan dari awal saya bertemu Suami. Bahkan, belum masuk dalam bucket list kami. Namun saat akhirnya saya 'menerima' untuk diberangkatkan dinas ke Korea, saya casually bercerita ke suami tentang salah satu keuntungan dinas di Luar Negeri, yaitu bisa naik Haji dengan cepat.  Saat itu, akhirnya kami niat ingsun untuk Haji dari Korea.

Berangkat Haji dari Korea, luar biasa dimudahkan. Kami mendaftar di bulan Januari dan di bulan Maret kami mendapat quota untuk berangkat. Sayangnya, di Korea hanya ada 1 Travel Agent yang bisa mengurus calon jamaah haji. And when it comes to monopoly, you can imagine how the service would be.

Haji dari Korea tidak diatur oleh Pemerintah Korea, namun dilakukan secara swadaya dan dikoordinir oleh travel agent yang mengatur akomodasi, transportasi dan membimbing selama ibadah haji kami.

Keuntungan lain, haji dari Korea tidak semahal haji Plus dari Indonesia meskipun tidak semurah haji reguler dari Indonesia juga. Perjalanan haji kami ditempuh total sebanyak 22 hari di Saudi Arabia, 8 hari di Madinah dan 14 hari di Mekkah.

Well, saya sebenarnya galau apakah saya harus menulis perjalanan tentang Haji ini dalam blog atau tidak untuk menghindari riya'. Namun mempertimbangkan bahwa sebelum berangkat haji, saya sama sekali tidak memiliki bayangan apa saja yang dilakukan selama haji dan tidak banyak referensi yang bisa saya temui di internet. Jadi, saya berharap tulisan ini dapat membantu memberi gambaran tentang Ibadah Haji, persiapan yang harus dilakukan dan sedikit cerita saya pribadi bagaimana perjalanan Haji ini menimbulkan kesan yang sangat dalam bagi kepribadian saya.

Jadi Bismillah, saya akan menceritakan semoga seringkas dan seberguna mungkin perjalanan haji saya ini. 


Berangkat!

Kami berangkat tanggal 30 Agustus 2019 via Etihad Airways. Kebetulan, tahun 2019 adalah pertama kalinya apply visa Haji melalui web based, alhasil sempat terjadi drama deg-deg an visa haji yang tak kunjung keluar. Namun H-4, Alhamdulillah visa Haji kami keluar dan kami langsung packing barang untuk dimasukkan ke koper. Karena sangat mendadak, bahkan sampai menit terakhir kami masih sibuk packing (Saya akan membagikan apa saja yang harus di packing saat ibadah Haji pada post selanjutnya! agar tidak salah seperti saya!)

Bahkan saat kami tiba di terminal Haji Jeddah, semuanya masih terasa absurd. Rasanya seperti kami sedang Umroh, bukan Haji. Sampai sekarang, saya dan suami tidak percaya akan keberuntungan kami, karena kebetulan tahun ini Mama saya juga mendapatkan kuota haji dari Indonesia sehingga kami bisa berangkat bersama.

Sebelumnya saat manasik haji yang hanya diselenggarakan 1x (dibandingkan dengan Mama saya harus manasik seminggu 2x selama 3 bulan berturut-turut!),  kami diingatkan bahwa perjalanan Haji membutuhkan banyak stock kesabaran dan kekuatan! Hal itu terus diulang-ulang hingga membuat saya penasaran 😅😅😅...dan ternyata memang benar! Saya akan sedikit membagikannya di sini dan post selanjutnya untuk lebih mengerti tantangan kami selama haji.

Jadwal Ibadah kami dimulai di Kota Madinah. Jadi setelah tiba di Jeddah kami harus langsung bergeser ke Madinah. Jarak antara Madinah dan Jeddah sekitar 400 kilometer dan ditempuh melalui perjalanan darat / bus.

Namun dikarenakan musim haji, proses pergerakan kami sangat lambat karena begitu banyak prosedur yang dilalui saat jamaah harus bergeser dari 1 titik ke titik lainnya.

Keluar dari bandara, kami harus menunggu sekitar 3 jam di pelataran bandara sampai bus datang menjemput. Kemudian naik ke atas bus, kami harus menyerahkan passport kepada petugas imigrasi yang akan memeriksa tiap penumpang yang naik ke bus, apakah sudah sesuai dengan jumlah passport. Passport kemudian akan dipegang oleh sopir bus. Ya, sopir bus!

Proses menunggu petugas imigrasipun memakan waktu 2 jam! Akhirnya kami berangkat sekitar pukul 5 sore lebih, padahal kami landing sekitar jam 12 siang.

Mendekati kota Madinah, kami  harus melewati Chekpoint kembali. Petugas akan kembali memeriksa passport dan penumpang. Seingat saya, proses ini dilakukan hanya pada saat musim Haji, untuk menghindari jamaah gelap yang ingin masuk ke tanah haram. Bahkan Mama saya bercerita di dalam busnya, beberapa orang harus dipisahkan berdasarkan jenis visa nya (Haji Plus/ Furoda) dan harus diinterograsi selama beberapa jam.

Akhirnya kami tiba di Madinah tengah malam, sekitar 7 jam perjalanan. Padahal di waktu normal, bisa ditempuh dalam waktu 3.5-4 jam.

The loveliest Sight at Masjid Nabawi
Namun, melihat kembali bangunan masjid Nabawi, rasanya air mata saya menetes langsung. Tidak ada tempat yang bisa membuat saya sangat rindu dan bahagia bisa berada di sana kembali, kecuali tanah haram, Makkah dan Madinah.

Hotel kami berada jauh di belakang, dekat dengan Gate 6 karena pemondokan saat musim haji mengikuti pembagian negara. Sementara jamaah Indonesia banyak berada di gate 15-16 tepat di pusat perbelanjaan dan dekat dengan Masjid Madinah

Selama 8 hari berada di Madinah, Ustadz pembimbing kami mengatakan bahwa ini adalah sebuah pemanasan. Dengan suhu 45 derajat celcius, bahkan 40 derajat saat malam hari, tidak ada apa-apanya dibandingkan kebutuhan fisik dan mental saat kami haji nanti. 

Suhu 45 derajat celcius di saat sholat Ashar adalah salah satu tantangan yang memberatkan kaki untuk melangkah ke Masjid Nabawi.  Maunya sholat shubuh dan Isya saja di Masjid kalau tidak ingat pahala dan begitu menyenangkan sholat di Masjid Nabawi.

Namun suasana masjid Nabawi ketika musim Haji dan tidak, sangat berbeda! Musim Haji berarti lautan manusia berkumpul di sana, dan hampir semua orang ingin sholat di dalam masjid karena AC dan tentu saja pahala.
Gedung-gedung di Madinah

Untuk bisa sholat di dalam Masjid Nabawi, saya harus datang 1 jam sebelumnya dengan 15 menit sebelum Adzan, saya harus berjuang untuk mempertahankan posisi saya agar shaf saya tidak dirampas orang lain.

Ketika musim haji, jutaan manusia dari ratusan negara berkumpul disana. Tempat yang terbatas, kebiasaan yang berbeda membuat battle mencari dan mempertahankan tempat sholat adalah kisah unik yang setiap orang pasti punya!

Terlebih saat harus berjuang untuk dapat sholat di taman surga, Raudhah. Bagi jamaah perempuan, waktu dibukanya Raudhah dibatasi hanya pada saat jam 8 -11 pagi dan setelah sholat Isya'. Jadi kekuatan yang dibutuhkan saat berada di Madinah pas musim Haji dan musim panas adalah :
  1. Ketahanan pada panas. Sangat-sangat-sangat panas, terik, kering dan silau.
  2. Kekuatan diri menahan amarah dan memaafkan ketika diinjak, dijepit, didorong atau kepala secara random dipegang oleh orang.
  3. Kekuatan mempertahankan posisi, terutama saat kita dijepit dan hampir terusir sebelum sholat.
  4. Kekuatan menyelinap, keuntungan jadi orang Indonesia berbadan kecil adalah akan mudah menyelinap diantara kerumunan orang untuk mendapatkan posisi bagus.

With the Girls after Raudah
Saya pergi ke Raudah pada hari terakhir minus 2 (H-4 sebelum mabit di Mina), sebelum kami berangkat ke Mekkah untuk menjalani ibadah Haji. Saya dengar H-3 sebelum mabid di Mina, Raudah relatif sepi karena jamaah sudah mulai bergeser ke Mekkah.

Dan Allah maha sayang sama umat-Nya, begitu banyak ilham dan hikmah yang saya dapatkan selama Battle of Nabawi. Terlepas dari begitu banyak manusia berdesak-desakkan, untuk ke-jarang kalinya saya bisa belajar untuk sholat kusyu'.  Tidak ada apapun yang saya dengarkan kecuali suara Imam dan tidak pernah saya merasa begitu dekat dengan Allah seperti saat itu (bahkan saat mengingat kembali, air mata saya menitik kembali). Seperti kembali ke rumah, perasaan begitu tenang dan nyaman karena begitu dekat dengan orang tua yang menyayangi saya, apapun keadaan dan kondisi saya.

Saya yang selalu sholat kilat mendekati adzan sholat berikutnya, disana belajar kembali untuk sholat dengan benar. Allah yang Maha Baik, dengan pemurahnya membimbing saya ketika saya begitu fokus pada duniawi. Allah yang Maha Pemaaf, dengan sabar menunggu saya untuk kembali dan menyambut dengan penuh berkah dan rahmat.

Well, just like i said before there is no place in this world that make your soul naked absolutely, instead the most favorite place of Prophet Muhammad SAW.

Di sana, saya kembali mengingat pertanyaan teman saya yang memilih untuk menjadi atheis.
"Bagaimana kamu tahu kalau kamu memeluk agama yang benar?"

Saat itu saya tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata yang baik karena kami berdebat antara logika dan agama sebagai warisan dari orang tua. Namun ketika berada begitu dekat dengan Allah di sana, even your whole body know that you are belong to Allah! Banyak logika yang bisa dijelaskan dan lebih banyak lagi iman yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Sama seperti saat engkau bertemu dengan suamimu untuk pertama kalinya, you just knew it!

Selain itu, hal yang paling menyenangkan berada di Madinah adalah bagaimana orang sangat bermurah hati membagikan minuman dingin gratis kepada Jamaah. Setiap selesai sholat berjamaah, ada banyak orang yang tiba-tiba membuka mobil, membagikan minuman-minuman kepada siapapun yang lewat. Selama 8 hari di Madinah, saya tidak pernah membeli mineral water karena selalu mendapatkan gratis atau mengisi dengan air zam-zam.

Al-Baik
Selain itu, di  Madinah saya kecanduan Ayam Al-Baik. Awalnya, teman yang menceritakan ada Ayam goreng ala KFC yang enak dan asli dari Saudi, namanya Al-Baik. Kemudian saya cari di Map, dan menemukan Al-Baik di dekat exit 22 -sekitar 1.8 km dari Hotel saya. Saat mencobanya, well, ayam ini enak! bukan sangat lezat tapi sangat lumayan netral dari spices- makanan khas di tanah Saudi yang tidak terlalu cocok di lidah saya. Admittedly, hampir tiap 2 hari saya dan suami berjalan ke Al-baik 😁😁 dan mencoba seluruh menu. Emang enak kok!

Selain itu, banyak makanan Indonesia di Madinah diantaranya Al-qarat di exit 15/16 atau di Grapari di exit 20. Pilihan makanan Indonesia tersebut sangat lumayan jika kita tidak terbiasa dengan masakan yang penuh spices seperti di Saudi.


Rumah Makan Indonesia (AL-Qarat) di exit 15/16
 Selama kepanasan di sana, ide-ide liar bermunculan di kepala saya (sebagai alternatif mengeluh) yaitu mengapa pemerintah Saudi tidak membangun underground pathway dari Masjid Nabawi ke Hotel-hotel/ halte bus/ stasiun subway untuk melindungi pejalan kaki dari teriknya matahari di negeri itu. Saya melihat banyak parkiran di basement di Madinah yang berarti struktur tanahnya mungkin feasible untuk dibangun underground pathway. Karena cara inilah yang dipakai kota Sapporo untuk melindungi pejalan kaki dari dinginnya musim dingin berkepanjangan. Because speaking about money, surely Saudi Arabia as the rich country has a lot of money 😌🙇...or at least please built Rapid Train from Makkah to Madinah 😄



Umroh dan Haji

Saya berangkat dari Madinah ke Makkah pada tanggal 6 Agustus 2019, sementara rangkaian Ibadah Haji di mulai pada tanggal 09 Agustus 2019 yaitu pada saat mabid di Mina.

Karena kami sudah mengambil niat umrah di Bir Ali, sesampai di Mekkah kami langsung melakukan umrah. Kami berangkat dari Madinah sekitar jam 6 sore, kemudian mengambil miqad di Bir Ali dan tiba di Mekkah sekitar jam 3 pagi! Perjalanan lebih dari 9 jam untuk 400km!

Sebelum masa haji, kami transit di Apartemen dekat dengan terminal Kuday. Setelah menaruh koper di Apartemen, sekitar jam setengah 7 pagi kami berangkat ke Masjidil Haram untuk melakukan umrah.

Dari apartemen kami naik bus warna merah dari terminal Kuday ke Masjidil Haram dengan biaya sekitar SAR30 untuk pulang pergi (kadang bisa gratis-kadang bayar, kami tidak mengerti bagaimana cara kerjanya!).  Dan Alhamdulillah saat umrah, saat itu Mekkah sedang mendung tebal. Suasana ka'bah pun tidak terlalu ramai. We are so blessed! 

Sebelumnya, saat akhirnya saya melihat kembali ka'bah, tidak terasa lutut ini bergetar dan air mata terus menetes. Well, See how much I miss this sight, ya Allah! Dan tak lama setelah kami melakukan thawaf dan sa'i, tiba-tiba Masjidil Haram dipenuhi jamaah yang ingin melakukan umrah.

Kami kembali ke apartemen, lelah dan ngantuk untuk membayar lunas kurang tidur semalam.

Selama musim haji, jalanan menuju masjidil haram menjadi sangat macet dan ditutup di sekitar depan Hotel Ayjad (+/- 200 meter dari pintu King Abdul Aziz). Meskipun banyak bus tersedia, namun untuk berangkat ke masjidil haram kami memilih naik taxi bersama-sama karena lebih cepat (meskipun pengemudi taxi memilih mematikan argo dan bernegosiasi tarif dengan jamaah). Untuk perjalanan pergi dari apartemen ke masjidil haram, biasanya dikenakanSAR 20-30 (sekitar IDR 80-120rb) untuk jarak 2km, dan untuk perjalanan pulang sekitar SAR 40-50.

Good news, di Makkah juga terdapat Al-Baik di dekat exit 4/5 atau di Gedung Hilton! Dan di Mekkah, begitu banyak pilihan makanan di Gedung Zam-zam tower termasuk Grapari di lantai 4 dan 5. 


Mabit di Mina

Suasana di dalam Tenda dengan Airbed yang kami bawa

Kami diberitahu bahwa Ibadah haji yang kami jalani adalah sesuai dengan Ibadah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W yaitu dimulai dengan mabit di Mina pada tanggal 09 Agustus 2019. Kebetulan tahun 2019, jamaah Indonesia tidak melakukan mabit di Mina karena pertimbangan cuaca dan energi yang harus disimpan.

Kemudian drama haji kami dimulai di hari pertama kami tiba di Mina, yaitu perpindahan maktab dari maktab 96 ke maktab 4. Maktab 4 terletak di pinggiran Mina bahkan sudah masuk wilayah Muzdalifah. Maktab yang sangat jauh konsekuensinya adalah jarak yang sangat jauh ke Mekkah dan tempat jumarat. Selain itu, karena saking jauhnya, pedagang malas berjualan di sekitar kami dan berarti pasokan jajanan tidak ada. Sementara Maktab kami sebelumnya adalah 96, yang lebih dekat dengan tempat Jumarat dan lebih dekat dengan maktab mama saya di 115. Jarak antara maktab 4 ke lempar jumarat adalah sekitar 4.8km!

Mabit di Mina berarti kami bermalam di Mina. Akomodasi kami di Mina adalah berupa tenda dengan AC atau disebut maktab. Dalam satu maktab biasanya terdapat sekitar lebih dari 1500 jamaah dan jumlah toilet yang super terbatas sekitar total 40 bilik yang tersebar di 2 lokasi. 

Karena jamaah Indonesia belum datang, jadi kami masih cukup leluasa menggunakan tenda maupun toilet. 

Selama mabid di Mina, kami dianjurkan banyak beribadah, istighfar, membaca shalawat dan membaca Al-Qur'an. Di situ kami banyak-banyak memikirkan tentang hubungan kita dengan Sang Khalik. Apa saja yang saya lakukan dalam hidup saya, dosa-dosa saya dan begitu murahnya Allah memberi saya banyak rejeki, termasuk diberi kesempatan untuk naik Haji.

Luar biasanya lagi, tetangga tidur saya adalah gadis cilik berusia 7 tahun yang sangat cerdas, cantik dan ceria. Iram, gadis cilik itu bahkan meminta untuk diajarkan membaca iqro'..well, tell me how am i not melting during that time ? T_T

My favorite Girl!

Selama memulai ibadah haji, kami meninggalkan semua hal duniawi yang menempel di diri kami. Untuk Pria, dalam keadaan haram harus memakai Ihram (tidak memakai kain yang berjahit), tidak memakai wewangian sementara wanita tidak diperbolehkan memakai wangi-wangian dan harus menutup aurat. Well, tidak memakai wangi-wangian berarti kami harus menanggalkan sunblock,sabun, parfum pastinya, pelembab, handbody dan lain-lain. Namun sebelumnya kami membeli sabun dan shampoo khusus haji (non-perfume) di supermarket Bin dawood, persiapan bila kami butuh untuk mandi selama ibadah haji. 

Detail larangan selama memakai Ihram (dalam keadaan haram) adalah berikut :
1. Mencukur rambut dari seluruh badan
2. Menggunting kuku
3. Menutup wajah bagi perempuan
4. Mengenakan pakaian berjahit bagi laki-laki
5. Menggunakan Wewangian
6. Berburu 
7. Melakukan Akad Nikah
8. Melakukan Hubungan Intim

Jika melanggar, jamaah diwajibkan membayar fidyah yang besarnya tergantung dengan larangan yang dilanggar.





  • Mencukur rambut dari seluruh badan (seperti rambut kepala, bulu ketiak, bulu kemaluan, kumis dan jenggot).
  • Menggunting kuku.
  • Menutup kepala dan menutup wajah bagi perempuan kecuali jika lewat laki-laki yang bukan mahrom di hadapannya.
  • Mengenakan pakaian berjahit yang menampakkan bentuk lekuk tubuh bagi laki-laki seperti baju, celana dan sepatu.
  • Menggunakan harum-haruman.
  • Memburu hewan darat yang halal dimakan. Yang tidak termasuk dalam larangan adalah: (1) hewan ternak (seperti kambing, sapi, unta, dan ayam), (2) hasil tangkapan di air, (3) hewan yang haram dimakan (seperti hewan buas, hewan yang bertaring dan burung yang bercakar), (4) hewan yang diperintahkan untuk dibunuh (seperti kalajengking, tikus dan anjing), (5) hewan yang mengamuk (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 210-211)
  • Melakukan khitbah dan akad nikah.
  • Jima’ (hubungan intim). Jika dilakukan sebelum tahallul awwal (sebelum melempar jumroh Aqobah), maka ibadah hajinya batal. Hanya saja ibadah tersebut wajib disempurnakan dan pelakunya wajib menyembelih seekor unta untuk dibagikan kepada orang miskin di tanah suci. Apabila tidak mampu, maka ia wajib berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari pada masa haji dan tujuh hari ketika telah kembali ke negerinya. Jika dilakukan setelah tahallul awwal, maka ibadah hajinya tidak batal. Hanya saja ia wajib keluar ke tanah halal dan berihram kembali lalu melakukan thowaf ifadhoh lagi karena ia telah membatalkan ihramnya dan wajib memperbaharuinya. Dan  ia wajib menyembelih seekor kambing.
  • Mencumbu istri di selain kemaluan. Jika keluar mani, maka wajib menyembelih seekor unta. Jika tidak keluar mani, maka wajib menyembelih seekor kambing. Hajinya tidaklah batal dalam dua keadaan tersebut (Taisirul Fiqh, 358-359).


  • Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/10165-fikih-haji-5-larangan-ketika-ihram.html
    Sementara untuk gosok gigi, Ustadz pembimbing kami membolehkan menggunakan pasta gigi selama niatnya adalah untuk kebersihan bukan untuk wewangian. 

    Wukuf di Arafah
    Setelah bermalam di Mina, pada tanggal 10 Agustus 2019 pagi kami berangkat untuk melakukan wukuf di Arafah. Karena drama maktab, kami harus membawa seluruh tas, sleeping bag dan airbed kembali kemanapun kami pergi hari itu. 

    Pergi mengendarai bus, kami tiba di tenda Arafah dimana drama kedua terjadi ha.ha.ha. Tenda kami selama di Arafah tidak dilengkapi dengan AC dan tidak terurus. Suhu di luar sudah mencapai 44 derajat dan luar biasa humid karena mendung, sementara suhu di dalam tenda jauh lebih panas. Begitu banyak Ibu hamil, anak kecil..dan saat itu saya bertemu awal mula dengan virus flu yang ditandai dengan sakit tenggorokan.

    Tahukah kalian bahwa sebaik-baiknya doa adalah doa hari Arafah? Do'a di hari Arafah dan di padang Arafah adalah doa yang dijabah oleh Allah. Karena itu, despite keadaan yang sangat miris di tenda, kami memilih untuk tidak memikirkannya dan fokus pada ibadah.

    Selama wukuf di Arafah, jamaah haji disarankan keluar dari tenda dan terus mengingat Allah melalui berdoa, shalawat maupun istighfar dari ba'da Dzuhur sampai ba'da Asar. Meskipun tidak disunnahkan, namun kami penasaran dan ingin pergi ke Jabbal Rahma untuk bertemu dengan jamaah haji dari belahan dunia lainnya. Tentu saja, Jabbal Rahma sangat penuh dengan calon Haji dan Hajjah mabrur

    Jabbal Rahma


    Saya tidak bisa menuliskan melalui kata-kata betapa magical nya hari itu. Tepat ba'da Ashar, tiba-tiba petir menyambar dan hujan sangat deras jatuh. Saya sedang berada di luar tenda saat hujan jatuh dan sedang berdo'a untuk diturunkan hujan karena sangat panas. Tidak ada yang tahu berapa juta orang sedang berdo'a minta hujan hari itu tapi Allah benar-benar menjabah do'a kami seketika.

    Hal yang paling luar biasa lagi adalah bagaimana saat itu saya benar-benar dilepaskan dari diri saya sebelumnya. Saya tidak memikirkan pekerjaan sama sekali, saya tidak memikirkan mimpi-mimpi yang belum terwujud, saya hanya berfikir bagaimana saya ingin mendapat surga-Nya kelak. Saya ingin menjadi manusia yang lebih baik, jauh lebih baik.Manusia yang  jauh dari amarah dan hal-hal buruk lainnya.

    Tenda di Arafah pasca Hujan


    Hujan hanya berlangsung sekitar 1 jam namun berhasil mendinginkan tanah Arafah sekitar 10 derajat!


    Mabit di Muzdalifah
    Mabid di Muzdalifah

    Setelah menyelesaikan wukuf di Arafah pada ba'da Maghrib, Ibadah selanjutnya adalah Mabit di Muzdalifah. Bagi jemaah haji Plus, kebanyakan tinggal di Muzdalifah selama 2-3 jam kemudian langsung kembali ke Mina untuk istirahat. Sementara jemaah haji reguler, bersama dengan kami bermalam di Muzdalifah atau sering disebut tidur di hotel jutaan bintang.
    Selama perjalanan dari Arafah ke Muzdalifah yang hanya ditempuh selama 20 menit dengan bus, kami bertemu dengan banyak jamaah haji yang berjalan kaki dari Arafah ke Muzdalifah, melewati highway dan bukit. Tidak terlihat lesu atau kesedihan di wajah mereka, mereka berjalan bersama-sama dengan semangat dan bahagia. Dugaan saya, mereka naik haji secara mandiri / tanpa travel agent.
    Pada musim haji, jalanan di sekitar Mina, Muzdalifah ataupun Arafah ditutup secara eksklusif dari kendaraan yang tidak berkepentingan. Bus yang melewati wilayah tersebut adalah bus-bus khusus yang ditunjuk oleh Ministry of Hajj untuk mengangkut jemaah haji. Bahkan mobil petugas pemerintah tidak bisa masuk tanpa mengantongi izin dari Ministry of Hajj.
    Jadi, sangat understandable bagi jamaah mandiri untuk berjalan dari 1 titik ke titik lainnya karena tidak ada kendaraan pribadi/ umum yang bisa dengan bebas mengangkut penumpang.
    Mabit di Muzdalifah berarti kami bermalam di tanah lapang di dekat bukit-bukit batu yang ada di Muzdalifah. Jika tidak mendung, mungkin kami bisa melihat jutaan bintang seperti yang dibilang orang-orang sebelumnya.
    Namun meskipun mendung, pemandangan di depan kami luar biasa indah yaitu kota Mekkah dengan jutaan cahayanya, termasuk Clock Tower di dekat Ka'bah.

    Us!


    Saat Mabit di Muzdalifah, kami memompa Airbed kami dan mencoba untuk tidur. Namun semakin malam, semakin banyak kloter jamaah lain yang tiba dan sibuk mencari space untuk bermalam. Kebetulan di sebelah kami adalah jamaah haji reguler dari Padang. Kami mengobrol sejenak dengan pasangan suami istri yang mendaftar di tahun 2011 tersebut kemudian mencari batu sebanyak-banyaknya (padahal yang dibutuhkan sekitar 70 batu saja).

    Sampai sekitar pukul 3 pagi, saya terbangun dan melihat ada seorang Ibu tua yang bahkan tidak bisa berbahasa indonesia sedang mencari jalan kembali ke rekan-rekannya. Rupanya sang Ibu sibuk mencari batu sampai terpisah jauh dari rombongannya. Mencoba mengarahkan sedikit, namun sang Ibu tampak sama sekali tidak bisa berbahasa indonesia dan tidak mau diantarkan :(

    Di Muzdalifah, dalam keheningan  jamaah yang sedang terlelap, saya bisa melihat ribuan jamaah dari segala usia, tua-muda, sehat dan sakit sedang berusaha mencari ridla Allah. 

    Lagi-lagi di sana saya diingatkan untuk kembali menjadi hakikat manusia, tanpa atribut maupun jabatan. Semua sama di mata Allah, tidur di bawah langit Allah tanpa kemewahan kasur, selimut, atap dan tembok. 

    Bahkan, di hari pertama kami memulai niat Haji, saat kami berangkat menuju bandara Incheon, kami mulai meninggalkan atribut kami. Tidak peduli jabatan, kekayaan, aksesori yang menempel dalam tubuh kami, kami adalah manusia yang berada dalam derajat dan posisi yang sama.

    Kami menyelesaikan mabit sekitar pukul 06.00 pagi dan packing kembali untuk bersiap-siap kembali ke tenda Mina untuk memulai Ibadah Utama Haji di tanggal 10 Dzulhijjah!


    Saya akan melanjutkan cerita tentang Ibadah Utama Haji saya secara terpisah karena disini dimulai tantangan haji sesungguhnya yang akan cukup panjang diceritakan dalam 1 posting, termasuk betapa ajaibnya harapan yang terkabul di tanah haram ini!

    Jadi, to be Continued di Catatan Perjalanan Haji Part II!








    Comments

    Popular Posts