Japan Winter Trip : Shirakawa-Go at finest!
Shirakawa-Go |
Mungkin jika makanan, Jepang itu seperti bakso, beberapa kalipun dikunjungi nggak akan bikin saya bosan. Membentang dari utara ke selatan dengan pesona yang berbeda-beda, belum lagi ditambahkan dengan 4 musim yang berbeda membuat Jepang destinasi wisata yang ga habis-habis.
Perjalanan ke Jepang kali ini agak 'incidental' karena kebetulan saya mau ambil cuti pulang ke Indonesia di libur New Year. Sayangnya tiket direct Seoul- Jakarta sangat pricey, akhirnya saya ambil jalan memutar ke Seoul- Tokyo - Jakarta yang surprisingly cheaper.
Karena saya pergi di bulan akhir Januari, jadi perjalanan ke Jepang kali ini menjadi winter trip jadi saya harus menyiapkan itinerary most stunning place in winter di Jepang. I know, winter is all about Hokkaido, namun untuk kali ini saya lewati dulu karena tiket direct Seoul-Hokkaido hampir mirip harganya dengan tiket KL-Paris.
So far, itinerary saya adalah berikut :
1. January 26-28,2019 : Tokyo
2. January 28-31,2019 : Takayama, Shirakawa, Shinhatoke (Jap-Alps)
3. January 31- February 01,2019 : Hakone
Total saya berada di Jepang selama 8 hari-7 malam, considered cukup singkat mengingat keindahan Jepang sendiri. Ok Let's start!
1. Tokyo (Shinjuku, Shibuya, Asakusa, Disneysea, Akibahara, Harajuku)
Selain menjadi hub perjalanan kami, tujuan utama 'ngendon' 2 hari di Tokyo adalah Disneysea dan tentunya who can deny the irresistible manga accessories?
Awalnya, saya bermaksud untuk pergi ke Ghibli Museum, namun dasar saya suka gampangin sehingga berujung pada telat booking tiket museum dan sold out selama bulan Januari. Fear not, I will come again and definitely book my way to there.
So far, Shinjuku, Shibuya, Akibahara, Harajuku tidak akan saya ceritakan secara detail karena..tempat itu masih awesome karena banyak makanan enak, Forever 21 berlantai-lantai dan selalu diskon, atau Yodobashi yang merampok kartu kredit visa saya (karena ada diskon tambahan 5%) dengan barang-barang elektronik atau jam tangan yang slightly cheaper.
Saya akan menceritakan tempat yang baru saya kunjungi yaitu:
Asakusa Temple
Asakusa Temple |
The reason i went there is just me being touristy. Saya pengen foto di depan hmm.. lampion?
Well, ketika saya sampai sana, ternyata Asakusa sangat padat dan surprisingly, dengan suhu yang masiih di atas 0 derajat menjadi dingin banget karena angin yang kencang
Well, ketika saya sampai sana, ternyata Asakusa sangat padat dan surprisingly, dengan suhu yang masiih di atas 0 derajat menjadi dingin banget karena angin yang kencang
Look the Crowd |
Sepanjang jalan menuju Asakusa temple, banyak toko-toko menjual makanan, souvenir dan kafe-kafe lucu yang layak disatronin untuk menghabiskan pundi-pundi yen. Sebelum ke Asakusa Temple, saya menyempatkan lunch di Tendon Tenya yang affordable dan lezat banget (nasi tempura dkk).
Tokyo Character Street
Karena gagal pergi ke Ghibli Museum, saya sengaja hunting official store Ghibli di luar Ghibli Museum, salah satunya terletak di sini.
Tokyo Character Street terletak di underground Tokyo Stasiun Yaesu Exit. Di sana ada lebih dari 1 lusin toko-toko merchandise karakter-karakter anime yang berkumpul di underground street. Dari pokemon store, Jump Shop (menjual merch. Slam dunk, One Piece--manga-manga cowo), Doraemon, Shinchan, Ghibli, gudetama hingga Peanuts merch (yang seharusnya bukan manga).
Well, it is super easy to get lost in these kawaii stores and purchase lot of stuffs! Asyiknya lagi, underground street ini super luas dan panjang, di sisi lain ada Ramen Street yang juga memanggil untuk mendatanginya.
Me and Ponyo |
Disneysea
Thought that, Disneysea di musim dingin akan lumayan sepi tapi tentu tidak! tidak peduli suhu hampir 0 derajat, antrian di tiap wahanapun sangat panjang. Saya sengaja masuk setelah jam 3 sore karena ingin melihat festival kembang api..dan tentu saja karena diskon yang cukup besar (sekitar 2500 yen per orang).
Saat masuk ke dalam, saya langsung tahu bahwa tema-tema yang dibangun di Tokyo Disneysea ini sangat bagus, bahkan terbaik yang pernah saya kunjungi dari themepark.
Di awal, pengunjung dibawa ke suasana Venezia, Italia-not that so-so like Venetian Macau, kemudian dari kejauhan terdapat volcano dengan suara-suara teriakan mengundang. Di sisi lain, terdapat bangunan tinggi : Tower of Terror, rumour has it, it is one of the most expensve Disney Park-theme.
Bringback Italia's memories in mind |
a fortress prop |
Tower of Terror |
Yang saya rasakan agak berbeda dari Disneysea dibandingkan dengan disneyland disini adalah tema yang dibawa tidak sepenuhnya terhubung dengan disney movie. Yes, ada little mermaid land atau Toy Story theme atau Aladdin theme, namun saya lebih merasa kalau Disneysea ini merupakan replika dunia nyata, lebih ke natural.
Toy Story Mania-one of the longest Queue in Disney sea |
Parade Kembang Api pukul 20.30 |
Lesson learned; karena banyaknya atraksi menarik di Disneysea dan Tokyo Disneysea adalah themepark teramai nomor 5 di dunia, lebih baik datang dari pagi buta sampai dengan malam untuk merasakan sebagian besar atraksinya (kalau semuanya-sepertinya terlalu ambisius). Jika ditanya, mana yang lebih baik Universal Studio Japan atau Tokyo Disneysea, I'll say go both!
Jangan lupa, pakai jaket tebal dan sarung tangan di winter..karena anginnya yang cukup kencang!
2. Takayama bound (Shirakawa, Shinhatoke Ropeway)
Takayama Old town |
Alasan saya memilih Takayama sebagai hub adalah karena letaknya tepat berada di tengah antara Shirakawa-go dan Shinhatoke Ropeway, dan lebih lagi disini ada heaven on earth, the infamous Hida Beef.
Perjalanan dari Tokyo ke Takayama ditempuh melalui kereta peluru Shinkansen dari Tokyo ke Nagoya. Sampai Nagoya, saya transit untuk naik Hida Express.
Famous Red Bridge |
Caution! don't overslept when you ride Hida Express!
Meskipun Hida Express terlihat tua dan lambat, namun pemandangan di sepanjang Nagoya-Takayama is one of the best that you can get during winter. Menyusuri aliran sungai Hida dan deretan pegunungan Japan Alps, saya merasa diseret kembali ke memori perjalanan mengendarai Bernina Express Chur-St.Moritz.
Berada di Takayama seolah kita dibawa oleh time capsule ke beberapa abad sebelumnya dimana Jepang adalah negeri yang dimiliki para samurai, (I'm picturing Kenshin Himura!). Takayama, hampir sama seperti Kyoto dengan skala lebih kecil dan less modern. Karena bukan musim liburan, Takayama sangat sepi dan waktu seolah berjalan sangat lambat di sini.
Berjalan-jalan di Old city yang menjual berbagai souvenirs, desert dan makanan khas, tiba-tiba Salju turun dengan lebat. Ini adalah salju pertama saya selama di Jepang!
Berada di Takayama, ada satu hal yang dilarang untuk tidak dilakukan yaitu mencoba Hida Beef. Dari Udon Hida Beef, steak Hida beef hingga hida yakiniku yang dimasak bumbu miso. Sangat banyak restoran yang menjual Hida Beef dan karena merupakan salah satu jenis wagyu, Hida Beef memang premium.
Hida Beef |
Namun, dibandingkan dengan kobe beef, Hida Beef slightly cheaper. Selama 3 malam di sana, saya mencoba berbagai macam cara memasak Hida Beef di restoran yang berbeda-beda. Favorit saya adalah restoran Hida-takayama kyoya. Silahkan mencoba Hida Beef yang dimasak dengan miso, it was the best flavor and beef i ever taste!
Sayangnya, karena bukan musim liburan, hampir seluruh toko tutup setelah matahari tenggelam. Karena kota ini merupan struktur kota lama berbentuk grid, sangat mudah untuk pergi ke suatu tempat dan kembali lagi tanpa tersesat. Saya tidak mencoba merasakan public transport di sini (setahu saya tidak ada kereta metro) karena pretty much semuanya bisa dijangkau dengan jalan kaki.
Sialnya, saya jatuh sakit saat di Takayama dan mencoba mencari dokter saat malam hari is impossible.
Selama di sini saya menginap di Honjin Hiranoya Kachoan selama 1 hari dan Wat Hotel 2 malam. Untuk Honjin Hiranoya Kachoan merupakan hotel dengan arsitektur Jepang tradisional atau yang biasa disebut Ryokan. Saya memberikan rating 5 out of 5 pada hotel ini karena seluruhnya sangat perfect dari service, food, kebersihan, lokasi dan kualitas tidur yang diberikan.
I woke up with view like this |
Try Yukata! |
Shirakawa-go
This is the climax of my winter trip in Japan! Berawal dari random encounter foto sebuah desa di Jepang yang masuk ke dalam Unesco world Heritage karena arsitektur rumah yang unik dan tradisonal serta telah bertahan berabad-abad lamanya. Desa itu bernama Shirakawa-go.
Terletak di perfektur Gifu, Shirakawa-go practically tidak berada di utara, posisinya yang berada di lembah pegunungan tinggi Jepang dengan curah saljunya yang lebat membuat Shirakawa-go menjadi salah satu heaviest snowy place on earth. Di puncaknya, salju mencapai 1-2 meter tingginya.
the house is 'buried' in snow |
Karena itu, people adapted!Yang membuat Shirakawa-go selain dengan curah saljunya adalah bangunan-bangunan tradisional yang sampai sekarang masih ditinggali oleh penduduk setempat. Gosho-style house, begitu orang menyebutnya. Dengan atap tinggi yang miring di dua sisi dan terbuat dari jerami, membuat proses salju jatuh dari atap secara alami.
Snow won't stop falling |
Untuk pergi ke Shirakawa-go dari Takayama, bisa menggunakan Nohi Bus yang terletak di terminal bus di sebelah stasiun JR Takayama. Saya pergi cukup pagi yaitu jam 9 pagi dan 50 menit kemudian saya tiba ketika desa ini masih sepi. Well, harga bus ini emang cukup pricey (5,500 yen atau sekitar 600rb rupiah) tapi worth every cent.
Dari jam 9.50 sampai dengan pukul 16.00 saya berjalan kaki mengitari desa ini dan merasa tidak sekalipun bosan. Ditambah lagi, salju terus turun meskipun demikian, suhu tidak terlalu menggigit karena tidak berangin.
Bergaya di depan Gosho House |
Menjelejahi pusat kota, jembatan panjang yang seperti house of White Walker, hingga naik ke atas (menggunakan shuttle bus) untuk memoto pemandangan Shirakawa-go dari bukit.
Saya akan menceritakan tentang Shirakawa-go di post terpisah karena tempat ini saya nobatkan sebagai salah satu must visit place before you die.
White Walker, where are you? |
Shinhotaka Ropeway
How can you deny this view? |
The Ropeway |
Snow above my height |
Saya menemukan Shinhotaka Ropeway ini juga agak 'kecelakaan'. Pada awalnya, saya ingin pergi ke Yaen Kouen park atau Snow Monkey Park, namun karena saya agak penakut melihat monyet, sebagai penggemar ropeway atau gondola dan melihat picturesque foto dari Shinhotaka, saya memutuskan pergi ke sana end yes, I am not disappointed a single bit.
Terdapat 2 jenis Ropeway di sana, yang pertama merupakan double decker yang akan berhenti di 1st stop, kemudian single ropeway yang menuju ke observatory point.
Hiking Part |
Di observatory point,ada rest area untuk menikmati lunch sebelum memulai snowy hiking yang dimulai dari taman.Dan tentunya, view Japan Alpines yang diselimuti oleh salju. Well, sorry to say again, that those were bring back memories of St. Moritz, Switzerland. Yes, you don't need to go to Switzerland to enjoy the Alps, it's in here, Japan, cheaper and closer.
Selfie, at most |
Di perjalanan hiking, kita bisa berhenti untuk sekedar membuat boneka salju or selfie of course.But the point is to feel the solitude of the word without sound. Di atas sana, begitu sunyi hingga yang terdengar hanyalah suara desahan angin yang menghantam ranting dan menjatuhkan salju. There, there, you will feel nothing rather than love this life.
3. Hakone
Pirate Ship di Lake Ashi |
Check out dari kota Takayama, tujuan kami berikutnya adalah Hakone. Naik shinkansen dari Nagoya ke Odawara, kami menitipkan koper di coin locker dan membeli Hakone Pass. Jaringan kereta di Hakone dimiliki oleh perusahaan Odakyu, karena itu JR tidak bisa mengcover rute ini. Hakone Pass adalah the cheapest way untuk mendapatkan seluruhnya.
Kami menginap di daerah Gora, Hakone Gora Onsen Yumenoyu yang merupakan end point dari seluruh atraksi di Hakone. Ya, ceritanya karena lack of browsing kami memulai perjalanan melawan arus which ending lari-lari untuk mengejar bus terakhir.
Bermula dari Gora Station, kami menaiki kereta kemudian Cable car melewati kawah belerang yang masih aktif dan tiba di Lake Ashi. Karena hujan dan berkabut, sayangnya kami tidak bisa melihat apapun kecuali kaca yang berembun. Sampai di lake Ashi, kami naik Pirate Ship untuk menikmati danau yang terbentuk karena letusan gunung berapi beberapa abad yang lalu itu. Once again, karena hujan, saya tidak mendapatkan foto yang bagus.
Berkabut, view dari gondola |
Kemudian, kami pergi ke Hakone Yumoto mengendarai bus. Di rest area, semua restoran sudah tutup padahal jam baru menunjukkan pukul 18.00. Di Hakone Yumoto kami mencari dinner yang lumayan susah dan saya kehilangan hakone pass ;(
Akhirnya, sedih dan capek, kami kembali ke hotel. Di stasiun Gora, kami disambut oleh salju yang turun dengan deras. Tidak ada pilihan lain, kami menikmati onsen di kamar hotel, sambil menikmati butiran salju yang jatuh ke bumi.
view dari Hotel |
Onseeen |
Well, that's all my report. See you at My next Shirakawa-go report!
Comments
Post a Comment