Rudesheim, Desa kecil di Pinggiran Sungai Rhein

Ehrenfels Castle

Saat kecil dahulu dan hingga sekarang, Saya selalu memiliki 'wicked feeling' ketika melihat sebuah potongan gambar kastil. Bukan karena saya penggemar film kartun Disney Princess etc, namun lebih karena saya tidak bisa membayangkan sepenuhnya bagaimana hidup di abad sebelum 19, ketika electricity masih sacred dan harus hidup di sebuah kastil berdinding batu yang dingin, di sebuah negara yang membeku di bulan Desember hingga Februari. Salah satu alasan itu juga yang membuat saya menyukai menonton segala film atau buku yang berlatar belakang - middle age sampai dengan abad 18. Credit  to Jane Austen and peers, whom made the greatest literature over the ages.

Nah, pengalaman 'perkastilan' saya kali ini, sedikit berbeda dengan kastil-kastil yang saya kunjungi di beberapa kota sebelumnya. Jika sebagian besar kastil sebelumnya adalah kastil sekaligus benteng, kastil yang saya kunjungi saat ini merupakan tempat tinggal musim panas.

Rudesheim merupakan kota kecil terletak sekitar 50 menit arah barat dari kota Frankurt. Rudesheim berada dalam jalur transportasi kereta antara Frankfurt ke Koblenz dan merupakan area dilindungi dalam Unesco World Heritage sebagai The Middle Rhine Valley (dari Rudesheim sampai dengan Koblenz). Kota ini merupakan kota penting dalam sistem transportasi yang menghubungkan bagian German utara dan selatan.

Kota yang berada di lembah dan berada di jalur sungai Rhein tersebut memiliki pemandangan yang luar biasa indah dengan hamparan perkebunan anggur terbaik di benua biru, serta bukit-bukit tinggi yang membuat areal view kota ini makin panoramic. Alasan itu pula yang membuat pangeran dan  bangsawan Prussia (kerajaan German sebelum menjadi Republik) membangun puluhan kastil di bukit-bukit sepanjang Rudesheim sampai dengan Koblenz. Di kastil-kastil itu pula dahulunya lobbying tingkat tinggi penentuan Raja Prussia selanjutnya diputuskan diantara para pangeran dan bangsawan. Alasan itu juga yang membuat kawasan ini menjadi kawasan yang dilindungi Unesco karena penuh dengan kandungan sejarah.
Rheinstein Castle-view dari restoran

Kebetulan, saya cukup beruntung bisa menghabiskan waktu makan siang di salah satu kastil di atas bukit yaitu Rheinstein Castle dan mendengarkan sejarah kastil ini dari cucu pemiliknya. Dahulunya, Rheinstein Castle ini dibeli oleh Prince Frederick of Prussia dan dibangun pada jaman medieval. Kastil ini menjadi tempat tinggal favorit sang pangeran dan tempat ia menerima beberapa tamu penting.  Dua tahun kemudian, pangeran memperluas kastil dengan membangun chapel bergaya Neo-gothic yang sekarang juga berfungsi sebagai makam dari anak dan istrinya.

Bangunan Utama Rheinstein Castle

Selanjutnya karena perang, kastil ini hancur dan tinggal puing-puing sampai dengan di tahun 1970-an, pemilik yang saat ini membeli kastil (kalau saya tidak salah dengar seharga USD 2.5 juta)  membangun kembali dengan budget yang melebihi harga belinya, dan dijadikan museum, restoran serta hotel.Pengunjung yang ingin merasakan hidup ala princess dapat menginap di kastil ini lengkap dengan sistem pemanas dengan kayu bakar yang masih bekerja.


View dari balkon paling atas Rheinstein castle


Hampir seluruh ruangan dalam kastil dapat dikunjungi meskipun beberapa ruangan diberi pita pembatas kemungkinan agar tidak dirusak. Ruangan yang paling menarik adalah balkon paling atas yang hampir berfungsi sebagai tower watch dengan tangga sempit sebagai penghubungnya. Dari balkon, kita bisa melihat hamparan vineyard dan sungai Rhein dengan kesibukan kapal-kapalnya. Di seberang sungai, terdapat pemukiman cantik dengan arsitektur bangunan khas Jerman yang saya tebak-juga banyak berfungsi sebagai bed-and breakfast dan restoran.

Dari kastil, saya melanjutkan perjalanan menggunakan kapal ferry selama hampir 30 menit untuk menuju pusat kota Rudesheim. Sepanjang perjalanan ferry tersebut, saya akhirnya mengerti mengapa kota ini menjadi bagian penting yang dibanggakan oleh orang Jerman. Di samping sejarah, kota ini luar biasa cantik. Terbayang bagaimana musim gugur warna bukit akan berganti dengan warna-warni merah dan kuning dipadu dengan hijau dari warna vineyard. Kota cantik ini juga yang  membuat ribuan turis asing datang ke kota ini untuk menikmati the true colors of Germany in medieval age.


Selfie enjoying the Ferry Ride


Did I tell you before terdapat puluhan kastil di bukit sepanjang sungai? Selama 30 menit singkat perjalanan ferry saya menghitung hampir  10  kastil di punggung bukit, baik yang masih berdiri megah dan cantik, atau yang tinggal menjadi puingan seperti Ehrenfels Castle.

Di pusat kota, yang mana tidak bisa juga disebut pusat kota melainkan pusat keramaian kota ini, Berdiri bangunan-bangunan tua yang cantik dan telah beralih fungsi menjadi toko souvenir, restoran atau hotel. Meskipun temperatur udara sudah mulai menurun, saya tidak bisa menahan diri untuk berhenti di toko gelato dan mencoba salah satu rasa di jalanan utama. Dan tentu saja, saya tidak pernah kecewa dengan Gelato di benua biru.

small alley and crowded too!


Tujuan pertama di pusat kota adalah Siegfried’s Mechanical Music Museum. Jujur saat saya memasuki museum ini, saya berekpektasi akan menemukan koleksi alat musik orang-orang penting, namun ternyata saya sama sekali salah! Museum yang berada di Brömserhof dan dibangun di tahun 1542, menyimpan koleksi yang di luar dugaan saya!

Siegfried's Mechanical Music Museum

Dalam museum yang memiliki luas sekitar 400 m2 tersebut, memamerkan koleksi-koleksi dari music box hingga piano-orchestreon yang super besar dan berbunyi keras. Sejujurnya, saya tidak pernah melihat hal seperti itu dalam hidup saya sebelumnya, oleh karena itu saat melihatnya,  adrenalin saya terpompa semangat dan rahang saya terbuka dengan otomatis.

Bayangkan sebuah music box kecil yang ketika dibuka bernyanyi dengan indahnya, kali ini dengan ukuran sebesar buffet rumah nenekmu, dengan didalamnya ada drum, violin, organ, arkodion (seperti orkestra) yang bermain secara otomatis mengikuti score yang berupa titik-titik seperti huruf braile. 

Hal pertama yang terlintas dalam pikiran saya adalah; genius siapa yang pertama kali membuat music box sebesar itu dan berapa mahal? Terbayang dahulu kala, para bangsawan yang memesan music box segede gaban itu dan menaruhnya di saloon mereka. Sambil menikmati musik, mereka menyeduh teh dan mengobrol. Instead of memanggil seorang Beethoven di sore hari, mereka bisa menikmati musik tanpa repot-repot memainkan sendiri (Well, jangan tanya berapa biaya yang dibutuhkan untuk membuat music box sebesar lemari- it is unimaginable for commoners)



Selain menampilkan koleksi yang luar biasa istimewa dan bervariasi, terdapat juga workshop  Siegfried yang berjuang untuk mengumpulkan koleksi-koleksi istimewa tersebut dan mencoba merestorasi hingga music box tersebut berhasil 'bernyanyi' kembali. Selama di museum, kita akan dipandu dengan wanita berbaju khas jerman yang akan memainkan satu per satu alat musik tersebut dan menjelaskan sejarah dan keunikan musik box tersebut. Suka tidak suka musik, saya sarankan wajib mengunjungi museum ini dan bersiaplah untuk menganga seperti saya. Favorit saya? tentu saja piano yang bisa bermain sendiri dengan score music yang bisa diganti-ganti.

Berjalan dari museum, lurus sekitar 50 meter, saya menemukan stasiun gondola. Tentu saja, perjalanan saya berikutnya adalah menaiki gondola untuk menuju ke puncak tempat berdirinya Niederwald statue. Untuk perjalanan ke atas dan kembali lagi, kita cukup membeli tiket seharga EUR 7 dan bersiap untuk menikmati pemandangan spektakuler Rudesheim. 

Gondola Rudesheim
Gondola terbuka ini memang cukup menantang di kala musim gugur atau dingin. Tanpa kaca di kanan kiri, dan angin yang cukup kencang membuat tangan cukup goyah untuk keluar dari kantong jaket. Namun demikian, hamparan perkebunan anggur, atap-atap rumah dan tower gereja di pinggiran sungai Rhein membuat tangan tidak akan berhenti mengambil detail foto dalam frame. 

aerial view Gondola

Menurun, dari Gondola bisa melihat gereja di balik bukit

Meskipun Gondola berjalan cukup pelan, namun sejujurnya saya merasa waktu tempuhnya kurang panjang karena view yang sangat indah tersebut.

Sesampai di stasiun atas, saya berjalan sekitar 300 meter untuk melihat salah satu patung ikonik German, yaitu Niederwald atau Germania. 

Patung Germania tersebut merupakan personifikasi dari persatuan German yang berupa wanita berambut panjang berwarna merah-kepirangan dan berkibar sambil membawa sebilah pedang.  

Germania

Monumen ini dibangun untuk memperingati berdirinya Kekaisaran Jerman setelah berakhirnya Perang Franco-Prusia. Batu pertama diletakkan pada tanggal 16 September 1871, oleh Kaiser Wilhelm I (William I). Artis pemahat patung adalah Johannes Schilling, dan arsiteknya adalah Karl Weisbach. Monumen tersebut diresmikan pada tanggal 28 September 1883. Monumen setinggi 38 meter (125 kaki) mewakili gabungan semua orang Jerman.

Perang Franco-Prusia merupakan  sebuah konflik antara Kekaisaran Perancis Kedua, Napoleon III dan negara-negara Jerman Konfederasi Jerman Utara yang dipimpin oleh Kerajaan Prusia. Konflik tersebut disebabkan oleh ambisi Prusia untuk memperluas penyatuan Jerman dan kekhawatiran Prancis akan pergeseran keseimbangan kekuatan Eropa yang akan terjadi jika orang-orang Prusia berhasil. Perang ini juga yang turut memicu berlangsungnya Perang Dunia I.

Dari titik tertinggi tersebut, selain bisa membaca sejarah berdirinya Germania, kita juga bisa kembali menikmati keindahan lembah sungai Rhein sambil duduk di bangku-bangku panjang yang disediakan di sana. 

Setelah menikmati selama beberapa menit, saya memutuskan untuk turun kembali ke kota dan mulai mencari souvenir dan mencari makan malam. Pertokoan di sana mulai tutup sekitar jam 18.00 dan kota akan sepenuhnya shut down setelah jam 8. Beberapa restoran masih tetap buka dan tentu saja luar biasa ramai, seperti restoran yang saya kunjungi.
   
Pengunjung yang 'dipaksa' memainkan alat musik dan berkeliling restoran

Sambil menikmati alunan musik jerman dan sedikit Irlandia, serta beberapa game menarik yang membuat kita berjoged-joged dengan orang asing, restoran tersebut menawarkan full course dining yang cukup lezat dan pengalaman yang paling menarik. Sayangnya saya lupa nama restoran tersebut. Namun yang pasti, restoran tersebut berada di jalan utama-Drosselgasse dan paling ramai diantara restoran yang lain.

Setelah kenyang, pukul 21.00 saya naik bus dan kembali ke Frankfurt dan tiba sekitar pukul 22.00.

Well, jika kamu sedang berada di German, saya rasa Rudesheim merupakan salah satu pilihan terbaik untuk menikmati kepingan-kepingan dari Medieval Age.









Comments

Popular Posts