Project Kaum Urban I : To be Kind to Strangers in the Street


Sekitar 2 minggu yang lalu, aku mengalami the most unpleasant moment selama tinggal di Jakarta. 
Cerita bermula dari acara nonton the Equalizer di Bioskop Senayan City. Sat masuk, ruangan masih sepi dan kebetulan dapet duduknya agak di belakang. Tidak lama, sepasang suami istri dengan anaknya yang tanggung datang dan duduk tepat di depanku. Sang suami, duduk tepat di depanku dan kepalanya menyembul melewati sandaran kursi. Karena aku tidak tinggi, posisi kepala bapak-bapak di depanku agak mengganggu pandanganku. Akhirnya, aku minta switching tempat duduk dengan suami yang nota benne memiliki tinggi diatas rata-rata cowok Indonesia (menurut sebuah journal yang pernah aku baca-dan sayangnya lupa judulnya, tingga rata-rata laki-laki di Indonesia adalah 162.43cm).

Ternyata dengan posisi suami, kepala bapak tersebut masih saja menutupi pandangan ke layar. Penasaran, aku bertanya ke suami gimana cara Ia me-manage gaya duduk dia supaya tidak mengganggu penonton di belakangnya, dan ternyata dia sengaja duduk merendah agar posisi kepalanya tidak menyembul di belakang.

Berbekal pengertian itu, dengan naif aku meminta tolong bapak di depanku untuk duduk tidak terlalu tegak agar tidak menutup pandangan. MINTA TOLONG.
Dan ternyata reaksi Bapak tersebut 1000% membuatku shock. Dia mulai make a scene, berteriak-teriak, dan offensive. Mulai menyuruh saya menyalahkan diri karena terlahir pendek, kemudian mengganjal pake bantal, sambil tangannya menunjuk-nunjuk. Sayangnya, wanita yang duduk di sampingnya tidak membantu, ikut berteriak sambil menyebut tentang sopan, bayar, dengan menggunakan kata 'situ' sebagai kata ganti orang.

Unprepared dan shock, aku sama sekali tidak mengerti apa yang sesungguhnya sedang terjadi apalagi ditambah dengan semua orang menatap ke arah kami. I mean, we are in the theater, no body looking for stressful-condition in there!

To be honest, kejadian itu menjadi nightmare buatku dari segala macam jenis verbal abuse yang pernah kuterima. Bukan masalah offensiveness dia kepada fisik saya (meskipun jelas ini sangat mengganggu), namun yang tidak aku mengerti adalah sbb:
1. I asked politely! dengan menggunakan kata minta tolong, i deserve better reaction!
2. He and his wife are an adult person, with their child sitting beside them dan yang sedang mereka hadapi adalah orang-orang yang usianya tidak berbeda jauh dengan anaknya.
3.  Why on earth they are so mean to strangers. STRANGERS who don't hurt them, instead asking something!
4. Alasan mengapa mereka bisa menjadi sangat pongah. Rich family? giant body? keluarga mafia?


And shocker, ketika dia berdiri, tingginya tidak lebih daripada tinggi rata-rata laki-laki Indonesia.

Bahkan hingga detik ini, saat menulis, aku masih belum bisa menemukan alasan dibalik verbal abuse yang dia sampaikan. Dan pada saat itu, My faith to humanity at the lowest level ever.

Keesokannya, masih dengan perasaan biru yang sama, seperti biasa aku berangkat ke kantor di pagi hari dan melewati rute-rute sehari. Tepat di pertigaan yang sempit dan merupakan alasan kemacetan utama di jalan tersebut, seorang supeltas (sukarelawan pengatur lalu lintas) berdiri dengan gagah di tengah jalan, menjadi dirijen utama emosi dan ego setiap pengemudi yang ingin menginjak gasnya dengan cepat dan tepat. 

Karena macet, dan matahari mulai agak naik, hampir semua pengemudi kehilangan kesabarannya. But hey, this is life! We can't get everything what we want. Setiap orang ingin diprioritaskan, namun tidak seharusnya menjadi penyebab kemacetan lebih panjang. Beberapa pengemudi dengan tidak sabar melanggar arahan lalu lintas dari Supeltas, dan akhirnya membuat kemacetan makin panjang. Pertigaan itu terkunci. 

Menariknya, seorang bapak-bapak, di paling depan, alasan mengapa jalan terkunci akibat ketidaksabarannya mengamuk. Memaki-maki supeltas tersebut sambil menunjuk-nunjuk otak.

Wow! Kejadian itu tepat di depanku, dan sekali lagi membuatku berfikir keras. What's wrong with these peoples?

Kejadian dua hari berturut-turut tersebut akhirnya kuceritakan pada teman-temanku. Seperti aku, kejadian pertama sangat unacceptable bagi mereka, sedangkan untuk kejadian kedua komentarnya agak berbeda:

"Yaelah kemana aja, kayak baru kemaren aja tinggal di Jakarta,"

Yup, aku adalah kaum urban yang baru mengais rejeki di Jakarta sejak 5 tahun yang lalu. But still, kejadian kedua seperti wake up call buat aku. Kejadian tersebut adalah common moment that we encounters every day in the street, so don't take it personally. Stop being naive and goddam sensitive.

Hanya satu kata yang mungkin bisa disampaikan dan sama sekali tidak mengurangi kekesalan, "Sabar ya, ya gitu itu tinggal di Jakarta."

Aku tidak punya sebutan yang bisa mendeskripsikan 'kewajaran' kejadian di jalanan tersebut. Apakah level toleransi penduduk megapolitan ini sangat tinggi terhadap 'kemarahan' penduduk lain, atau memang kami- (mungkin lama-lama aku juga begitu) sudah mati rasa dengan hal tersebut karena terlalu sering menemuinya di jalanan.

Mungkin obat yang paling mujarab dari menyaksikan kejadian tersebut adalah kata-kata almarhum Ayahku, "sing waras, ngalah!" (yang sehat 'akal', mengalah saja).

Mungkin kata-kata Ayahku benar, begitu juga kata teman-temanku. Sepertinya sudah tidak ada harapan lagi untuk bisa membuat orang sadar akan 'rage' mereka kepada strangers. 

Aku percaya bahwa bapak-bapak tersebut (dari kejadian pertama dan kedua) adalah orang yang baik. Verbal abuse yang (mungkin baru sekali ini) mereka lakukan tidak membuat mereka orang yang jahat. Aku tidak akan menjustifikasi apalagi stereotyping berdasarkan latar belakang mereka yang hanya aku lihat sekali. Mungkin mereka sedang dalam tekanan, terburu-buru, atau jutaan alasan lain yang mungkin membuat mereka bertingkah seperti itu.

Tapi kembali lagi, there is something at least I can do untuk tidak menjadi kaum megapolitan seperti mereka. Jika mereka tidak bisa kita ubah, maka diri kita sendiri yang harus berubah.Seperti lagu Man in the Mirror milik Michael Jackson - 
I'm Starting With The Man In
The Mirror
I'm Asking Him To Change
His Ways
And No Message Could Have
Been Any Clearer
If You Wanna Make The World
A Better Place
That's why I will do my best to make a better place for the world, and start from my self. I will call it : Urban Project I : To be kind to Strangers in the Street. Berikut adalah beberapa hal yang bisa aku lakukan dan mungkin jika kamu merasa ini menarik, maka kita bisa lakukan bersama:

  1. Never ever make a scene to the strangers on public, especially them whom serves me (or you). 
  2. Ketika seseorang sedang melanggar 'hak' -ku (atau kamu), katakan dengan baik-baik. Never say something offensive.
  3. Jika kondisi di depan macet, dan kendaraanku (atau -mu) mungkin akan menghalangi jalan. Stop for seconds won't cost you at all.
  4. Jika seseorang memotong jalanku (atau kamu), give it away! He don't need a lesson dan menghalanginya hanya akan membuat antrian semakin panjang dan lama.
  5. Always, always prioritize Senior people, children, pregnant woman and disable wherever they are, no matter how tired I am (or you are). Selama kamu tidak sedang sakit!
  6. Gunakan fasilitas umum sesuai dengan fungsinya, trotoar untuk berjalan, lajur kiri untuk motor, jalur cepat untuk mobil, etc.
  7. Membukakan pintu untuk orang lain dibelakangku (atau mu).
  8. Memberikan parking spot ku(atau kamu) kepada orang lain dengan cara cepat-cepat pergi setelah kita selesai parkir dan ada orang lain yang sedang menunggu kita untuk pergi.
  9. Not texting or calling someone over the phone while driving which might slower driver behind me (or you).
  10. Walk at the left lane when slower, and right line when faster.
  11. Menyisihkan uang untuk diberikan kepada para Supeltas yang berjasa.
Then, next time..I will make another project  act of kindness to the strangers not only in the street. And when you have another act that haven't mentioned in the list. Please tell me and add it!


Hey, we don't have to be a policeman, firefighter, volunteer or doctor to make other people's life easier!
Also, we don't have to give strangers full happiness, but we can give them kindness and we will get ourself happiness!



Comments

  1. Lek sabar wes ga mempan y sing kuat len Helen ...

    ReplyDelete
  2. Tul...sing waras ngalah aja. Orang sabar semakin sedikit jumlahnya jadi jangan mengurangi lagi jumlahnya ya....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts