Somewhere Over the Rainbow


Beberapa tahun yang lalu, saat aku sering kali bercerita kepada temanku (baca : mengeluh) entah tentang macet, keadaan bus TransJ yang selalu penuh, sampai dengan bagaimana seorang laki-laki membuatku kesal 'hanya' karena dia merokok di dekatku, kuanggap sebagai kebiasaanku yang sangat menganggu. Tidak semua orang mau mendengar betapa remehnya hal kecil yang membuatku kesal, apalagi laki-laki.

Namun, entah mengapa aku merasa perlu menceritakan itu kepada siapapun, seseorang yang dekat-dengan verbally story telling, dan orang yang tidak kukenal melalui tulisan. Tidak semua cerita itu inspiratif, percayalah, bahkan teman-temanku yang selalu kebagian sampah cerita dari aku, kadang memasang muka kesal, tapi aku tetap melanjutkannya karena entah mengapa there are always two side from a story. When I able grab the first side, sometimes I need someone to telling me the other side.

Just like this morning. It is may be not a very inspiration story, and same old stories. We might heard it from novel or sinetron, but when it struck one of your closest friend, it is killing your heart instantly.

Pagi ini aku memulai hari dengan normal, menggeliat, mandi, minum kopi sambil memeriksa HP. Sementara di hadapanku, suara dari seorang Anchor-Man mengisi ruanganku. Beritanya masih mengenai kelabilan harga elpiji. Kemarin awal tahun naik, dan masih di awal tahun turun lagi. Bukannya normalnya kita bersyukur dengan turunnya harga? Namun wajarnya manusia yang hobi membuat segalanya rumit, dan begitu banyak orang pintar yang ingin memberikan opini yang berbeda, akhirnya terjadi konsensus bahwa penurunan itu adalah sebuah bukti buruknya komunikasi Pemerintah dan Pertamina. Well, human always find a way to complicate things, right?

Kembali ke HP yang ada di tanganku, aku mendapat suatu berita yang cukup memancing insting Sherlock Holmes ku. Seorang teman jauh sekali (secara pertemanan, bukan posisi) yang hanya kutemui sekali dalam dunia nyata, dan ratusan kali di dunia maya tiba-tiba mengeluarkan statement Vika (bukan nama sebenarnya) tidak lagi bernama Vika Marga Laki (fyi Marga Laki adalah nama suaminya, ya biasalah pasangan muda suka pake nama belakang suaminya untuk dijadikan nama account fb, entah sebuah bentuk cinta atau memang ingin meniru budaya bule-kita perdebatkan lain kali). Statement itu ada dalam comment column yang ada di social media Path. Well, fyi lagi semua orang bisa baca comment itu, tidak tertutup pada orang-orang yang terlibat berbincang seru dalam comment tersebut.

Vika yang tidak lagi Marga Laki, adalah seharusnya sahabatku. Aku pernah dekat sekali dengan dia, dan karena pernikahannya, by nature kami menjauh. Tidak ada kata perpisahan, namun mungkin karena perbedaan cara hidup dan kebiasaan yang membuat kita sulit berkomunikasi lagi. Padahal, aku punya contact line, whats app, maupun facebook dia. Tapi rasanya sangat sulit menemukan topik pembicaraan yang tepat  untuk menjalin lagi persahabatan kami. Chatting kami tidak lebih dari kata apa kabar dan apa kesibukanmu sekarang.

Impulsif, aku langsung menghubungi dia dan memancing-mancing hubungan dia dengan suaminya. Meskipun aku tidak yakin, tapi aku bilang aku tahu kalau dia tidak lagi bersama Marga Laki. Shock, dia menanyakan bagaimana aku tahu padahal kami terpisah jarak yang sangat jauh, dan tidak banyak orang yang tahu tentang itu. Aku menjawab sebuah kode etik jurnalistik untuk tidak mengungkapkan nara sumber yang takut keberadaaannya terancam :D

Akhirnya, somehow dia mau bercerita denganku. Out of the blue. Padahal kami sudah berhenti saling berbagi hampir 1 dekade lamanya, namun semua cerita mengalir dengan lancar seakan 1 dekade adalah minggu lalu. Lompatan 1 dekade saat aku tidak menjadi teman dekatnya, tidak pernah membuat hatinya berubah untukku. For her, I was the one and only best friend she ever heard

I am really sad hearing that. Mengutuk keegoisanku dengan menutup mata bahwa aku memang satu-satunya teman baik yang ia miliki. Namun saat kehidupan memecah arah kehidupan kami, aku tidak pernah berusaha melawan arus, atau mengendarainya agar aku selalu bisa berada di sisinya. Even not physically.

"I am divorced, len." She said. Well, dia adalah orang-orang yang termasuk awal dalam memasuki jenjang pernikahan diantara teman-temanku. Dia sangat mempercayai konsep pernikahan adalah pintu menuju kebahagiaan dan kedamaian hati, karena itu dia menikah sangat awal (bagiku). Dua puluh tiga tahun, dan tidak lama dia memiliki anak laki-laki. well from the pictures, they are a very happy wealthy family. Sebuah keluarga yang diinginkan perempuan-perempuan yang percaya dengan konsep happily ever after.

Yup, it took me forever to reply. Satu sisi dalam hatiku, merasa hal yang sama broken hearted. Tidak ada yang menginginkan perceraian di usia yang sangat muda. Siapapun yang mengalaminya. Karena semakin memperkuat stereotype orang-orang bahwa anak muda jaman sekarang sangat mudah kawin-cerai seakan pernikahan bukanlah hal yang sakral. Sisi lain dalam hatiku langsung menyambutnya dengan komentar, 'I know it will be ended like this,'

Semenjak mereka pacaran di bangku kuliah, aku tidak pernah menyukai Marga Laki. Not even one day, not even one act. Semua tingkah lakunya kepada Vika, somehow rings my bell. Bel yang hanya dimiliki wanita, yang mungkin tidak bisa dijelaskan secara logis.

Rasa cinta Vika yang sangat besar terhadap Marga membuatnya memberikan segalanya yang dimiliki Vika kepada Marga. Vika terlahir dari keluarga yang kaya raya, sementara Marga tidak. Bukannya aku tidak menyetujui pasangan yang sangat berbeda background kekayaan, namun permintaan Marga terdengar tidak masuk akal saat itu, bagiku yang masih muda belia.
   
Namun aku menelan semua prejudice-ku tentang kekayaan, atau kepalsuan sifat Marga selama itu. Aku mencoba berfikir bahwa penyebabnya mungkin visi- common excuse yang digunakan para selebritis, "What happen?"

Aku tahu aku harusnya menahan diri untuk bertanya penyebabnya. Seperti mencungkil kembali lukanya yang belum juga sembuh bukan? But I can't help it. I don't know why, may be to prove my prejudice.

"KDRT" Katanya.

Berbeda dengan tadi, aku hanya membutuhkan sepersekian detik untuk menyumpah, memaki, dan burst in anger. Bagiku, there is no excuse to lay a hand on someone you loved,in any condition. Unreasonable hatred yang selama ini kumiliki seketika membuatku begitu marah. I knew it, i knew it. Should I never let them get married.

Ceritanya, setahun awal mereka menikah, every thing is fine. Yup they live happily and wealthy. Namun sesuai dugaanku, sumber utama perekonomian mereka adalah dari kantong Vika. Not that I am opposed working wife, namun bukan berarti aku setuju seorang laki-laki menjadikan perempuannya sebagai kendaraan untuk menjalani kehidupan jetset. Begitu juga sebaliknya. Menikahi orang dengan background keluarga super kaya, adalah sebuah bonus, namun kekayaan itu tidak pernah boleh dijadikan tujuan utama kamu menikahinya.

Hebatnya dalam kasus Vika, Marga hidup lebih jetset bahkan lebih daripada Vika. Mungkin karena dia tidak pernah merasakan susahnya mencari uang, dia menghamburkannya seperti dia menghamburkan fesesnya!!

Selanjutnya, dengan semakin kayanya mereka, dan semakin tinggi jabatan Marga (karena bantuan Vika) membuat Marga semakin pongah. Ringan tangan. Pernah dalam satu kesempatan Vika dihajar sampai babak belur dihadapan karyawan Vika. Seluruh karyawannya tahu kebiasaan Marga, tapi mereka diam.

"Kok bisa mereka diam saja?" Aku bertanya kesal.

"Karena satu per satu mereka ditodong pistol."

Ah iya! profesi Marga membuatnya memiliki izin untuk memiliki pistol dan pistol bukanlah benda yang bisa kamu pertaruhkan antara nyawa dan keberanianmu.

Alasan itu juga Vika tidak pernah bisa melawan ketika kaki Marga menginjak kepalanya, menendang, menampar, bahkan menghadiahkan bogem ke wajah Vika yang cantik. Vika tahu, jika dia melawan, Marga tidak akan segan menarik pistol dari sakunya dan menyarangkan peluru ke otak Vika yang super besar (Vika sangat pintar dan multitalented), dan ketika itu terjadi maka kehidupan anak laki-lakinya akan berada di edge of the cliff.

Bisa jadi, anaknya akan menjadi korban Marga berikutnya.

Selama 2 tahun lebih Vika bertahan karena alasan anaknya. Aku tidak tahu bagaimana dia berhasil menyembunyikan permasalahan ini dari keluarganya. Ketika aku bertanya, dia tidak benar-benar menjawabnya.

Namun ada satu titik dalam hidupnya yang merasa sangat lelah dengan ini semua. Akhirnya dia memutuskan bahwa hidup bukanlah tidak mati. Dia memutuskan untuk menceraikan Marga.

"You must be very careful with introvert person" Katanya. Marga adalah sosok laki-laki yang sangat pendiam. Dia memang murah senyum, namun hampir tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Otaknya sibuk berbicara dengan dirinya sendiri, bahkan senyum yang keluar dari mulutnya begitu dingin dan kosong.

"Apakah keluarganya memiliki historis abusive?" Sebagian besar anak yang tumbuh dalam keluarga abusive akan tumbuh menjadi seseorang yang ringan tangan juga.

"Ya. keluarganya juga begitu."

It is break my heart, in pieces. I cry and cry. I know I oversensitive namun aku mengenal Vika dengan baik. Dia adalah sosok yang sangat kuat. Somehow dia sangat introvert, tak pernah membagi kesulitan dalam hidupnya, seberat apapun kepada orang lain. Selama bersahabat dengannya, aku tidak pernah melihatnya menangis bahkan saat dia kehilangan jabang bayinya. Dia selalu tertawa, bahkan memiliki sejuta cara untuk menghiburku yang sedang sedih atau kesal hanya karena seseorang tidak membalas SMSku.

Aku tahu dibalik kokohnya benteng pertahanan yang ia bangun, on the inside she is very broken and lonely. Ketika kamu harus menahan siksaan itu selama 2 tahun dan kamu tidak memiliki siapapun untuk berbagi. what would you do? Dia hanya memiliki Marga, satu-satunya orang yang ia percaya untuk menjaga hidupnya yang sangat rapuh seumur hidupnya. Namun ternyata dia adalah orang yang menghancurkannya.

What could I say? God test human on very personalize way. We are tested on our strength, and that strength become a weakness in a blink of eye.

To be admit, Vika is not the only one. Dia adalah salah dua dari orang terdekatku yang menjadi korban KDRT. Honestly, I have no clue how to reduce the cases. Kasus KDRT seperti jebakan yang tepat untuk memanfaatkan lembutnya hati wanita.

Pelaku KDRT cenderung memiliki kepribadian ganda. Biasanya, dia adalah orang yang sangat perhatian, dan sweet, bahkan perhatiannya kadang tidak dapat dipercaya ada. (s)he like knowing your needs without you told him/her. Namun dia juga sangat emosional. He can't handle small pressure. One day (s)he will be your best lover, one day (s)he will be your worst nightmare

Vika berkata padaku; " Makanya jangan buru-buru married, you should know very well the one that will share bed with you for the rest of your life,"

Yup, I couldn't agree more. Know your couple. Jangan mengeneralisasi seseorang yang sangat patuh pada agama tidak akan menjadi seseorang yang ringan tangan. Salah. Mantan suami seseorang yang kukenal sangat patuh menjalankan kewajiban agamanya, namun juga sangat gemar menendang perut mantan istrinya.

Keep alert, kadang Tuhan mencoba menunjukkan kita hal-hal kecil yang dapat membuat kita mempertanyakan kebiasaannya. Bagaimana cara dia menghadapi pressure, bagaimana dia melampiaskan emosinya, bagaimana dia menyelesaikan masalah saat kalian sedang bertengkar. It is significant.

It is rude actually, but I will share it anyway. My ex-boyfriend is one of that might be the type. Every time we are on ague, he can't take No answer. Every thing he asked is an order. Firstly I thought he is only a selfish bast*rd, but eventually I realize He want to take control everything over me. He is very kind and nice person, he treated me the best I could ask,but there is a price. Every time we are arguing very bad, there is always blood involved. My blood, almost from my Vena.

Aku tahu, semua wanita tahu hubungan seperti itu sangat tidak sehat. And we have the power on our hand to make it stop. I don't know what we called it. May be Courage, but not exactly courage. Somehow it is not an easy peasy problem to solve, and the hell about love. It is not courage or love, we considered it. It is just like we trapped on giant spiderweb, we try so hard to release our self, but the spider keep coming, strangled us like Frodo in Lord of the Rings.

I don't know. May be one day I will come up with the answer to solve this kind of problem, and hope not too late.

And, never forget the post-trauma because of this situation. Vika is still very scare when seeing his ex-husband, even me. Every time I heard his name, what I remember is how he scream and held my hand until it hurts. Even sometimes, he is still there, in my worst nightmare and made me awake in tears.

How many mores victims fall?

But like Vika said to me. "I feel better somehow. May be someday, somewhere over the rainbow Bluebirds fly And the dreams that you dream of , dreams really do come true"

Suatu hari, setelah semua ini selesai, Tuhan akan memberikan keindahan yang bahkan lebih dari yang berani kita mimpikan. :)

Somewhere, Vika..Keep strong like statue of liberty! 



Untuk mengetahui tanda-tanda abusive person, you can check here!

Comments

Popular Posts