Generasi Y vs Generasi Z



Gen iY



"Tante Len, ini lho liaten Barbieku lagi belanja," Keponakanku-almost 5 years girl menunjukkan sebuah game dalam ipad di tangannya kepadaku. Sudah hampir 15 menit aku memperhatikan tangan mungil keponakanku menari lincah di atas layar sentuh 7.9 inch memainkan game Barbie di ipadnya. 

Amazing? Yup, very amazing. Kemampuan balita untuk mengerti dan mengoperasikan gadget canggih sejak mulai boomingnya teknologi akhir-akhir ini memang luar biasa. Mengingat kembali saat jaman aku berusia 5 tahun, bermain dengan real barbie (yang dibeli di pasar harga Rp.1750,- saja ), benar-benar berbicara dan mengarang cerita tentang kehidupan barbie yang ada di tanganku. 

Look how amazing technology approach our very early generation ya? Sebagian besar orang tua bangga dengan putra-putri kecilnya yang masih seumur jagung sudah ahli mengoperasikan komputer, ipad, hand phone or anything else. Thanks to us, their parent yang telah mengenalkan teknologi itu baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan orang tua yang agak susah terlepas dengan teknologi-teknologi tersebut membuat sang anak yang dalam masa super ingin tahu-ingin diperkenalkan dengan teknologi yang sangat disayangi orang tuanya itu. 

Good thing or Bad thing tough? Well, sebelum menjustifikasi apakah itu hal yang baik atau buruk, mari kita simak sejarah tentang generasi-generasi yang telah didefinisikan secara research oleh para peneliti. Mengutip dari Wikipedia yang membagi generasi manusia dari akhir tahun 1800'an sampai saat ini menjadi 7 generasi yang terdiri dari;

  1. Lost Generation adalah mereka yang ikut berperang dalam perang dunia I. Mereka terlahir dari range tahun 1883-1900
  2. The Greatest Generation, atau yang biasa disebut G.I. Generation adalah mereka para veteran yang berjuang dalam Perang Dunia II. Mereka terlahir dalam range 1901 sampai 1924. 
  3. The Silent Generation, yang terlahir dari 1925 sampai 1942.Termasuk mereka yang terlalu muda untuk ikut bertempur dalam PD II. 
  4. The Baby Boomers, generasi yang terlahir setelah PD II yaitu antara 1943-1960. Pada masa ini terjadi peningkatan yang signifikan pada tingkat kelahiran manusia. Generasi ini mulai merubah nilai-nilai tradisional dari generasi sebelumnya. 
  5. Generation X atau  Gen X  yang terlahir dari range awal 60'an hingga awal 80'an.
  6. Millennials, atau  "Generation Y" yang terlahir dari range awal 80'an (sebagian besar menyebut dari tahun 1982) sampai awal 2000'an ((2004).  
  7. Generation Z is yang terlahir sejak awal 2000'an hingga saat ini.
Topik tentang generasi yang saat ini sedang memegang kendali, Generation Y telah dibahas habis-habisan di luar negeri sampai topik itu menjadi membosankan. Penelitian tentang karakter generasi Y pun membuahkan puluhan buku yang (seharusnya) menarik untuk dibaca. Bahkan jika kita mengetik key word "Generation Y" ke mesin pencari, maka ratusan artikel muncul dari yang secara scientific sampai ke opini masyarakat.

Dalam bukunya "Generation iY", Tim Elmore mencoba membagi generasi Y menjadi 2 bagian besar. Generasi Y yang terlahir di awal 80'an hingga tahun 1995, generasi iY yang terlahir dari tahun 1995 sampai awal 2000'an. 

Nama iY menjadi menarik karena mengindikasikan bahwa generasi ini tumbuh saat teknologi sedang berkembang pesat. Huruf "i" di depannya seperti menstereotype kan generasi ini dengan pertumbuhan "i-tech" seperti "iPhone, iPad, iMac". Sejak mereka tumbuh teknologi adalah very common thing, not something extraordinary seperti yang dianggap generasi-generasi sebelumnya bahkan generasi Y. 

Berbeda dengan generasi iY, generasi Y masih merasakan peradaban tanpa hi-tech. Mereka masih merasakan permainan di luar rumah, membutuhkan interaksi dengan manusia lain secara phisicly, dan saat teknologi mulai menjarah dunia, mereka adalah early adapter. Mereka dipercaya masih berhasil menyeimbangkan dunia nyata dengan dunia virtual.

Perubahan jaman tersebut turut merubah value, karakter dari tiap generasi. Masih dalam bukunya, Tim Elmore mencoba menjelaskan perbedaan signifikan antara generasi Y dan generasi iY:

Generasi Y
Born in the 1980s
Generasi iY
Born in the 1990s
1.
Highly compassionate
Low empathy
2.
Activists
Slack-tivists (Want to be involved a little)
3.
Technology is a tool
Technology is an appendage to my body
4.
Passionate about a cause
Fashionate about a cause (If my friends do it)
5.
Civic minded
Self-absorbed
6.
Ambitious about the future
Ambiguous about the future
7.
Accelerated growth
Postponed maturation
  
Tidak hanya di atas, artikel tentang betapa 'unbearable' generasi Y atau millenia berterbaran dimana-mana terutama di US. Generasi millenia disebut sebagai generasi narsistic dimana mereka percaya bahwa mereka lebih baik dari orang lain, dan mereka spesial. Mereka sangat ambisius namun tidak diimbangi dengan effort untuk bekerja dari 0. Terlahir dari generasi X yang struggling dengan kemapanan, generasi Y yang tumbuh bersama dengan kemapanan orang tuanya membuat mereka manja. 
Ekspektasi mereka adalah hidup lebih sukses dari orang tuanya namun enggan untuk bekerja sebagai entry level dikarenakan overvalue of their self.

Bahkan beberapa perusahaan sempat memberikan kebijakan tentang tidak merekrut generasi Y yang masih freshgraduate unless mereka memiliki pengalaman bekerja di service industry. Pertimbangan ini terjadi karena dengan bekerja di service industry, mereka lebih toleran dan mengerti pada kebutuhan orang lain dan berusaha memenuhi ekpektasi orang yang dilayani. Sedangkan generasi Y terkenal dengan self-esteem yang tinggi yang percaya pendapatnya sangat benar dan menolak value dr orang lain atau generasi sebelumnya. Because they think they are the best. 

Selain itu, generasi Y memiliki value bahwa mereka harus bekerja sesuai dengan passion, a dream job. Sementara generasi sebelumnya memiliki value bahwa bekerja untuk hidup. 

Menarik bukan? Begitu banyak penelitian, protes, dispute menolak stereotype di atas dari belahan dunia lain. 
Lantas, bagaimana di Indonesia? Menurutku, pengkategorian generasi tidak jauh berbeda dengan yang didefinisikan Wikipedia. Masa-masa itu Indonesia juga mengalami perkembangan yang hampir sama dengan belahan dunia lain. Meskipun kita tidak turut serta dalam PD II, namun jangan lupa kita sebagai wilayah rampasan yang turut menderita akibat PD II dan sejak PD II berakhir kemudian negara kita merangkak untuk tumbuh bersama dengan REPELITA. 
In fact yes I am Generation Y. Meskipun stereotype tentang generasi kita mostly negative but to be honest I am half agree with that stereotype. Mari kita membuat checklist tentang value yang kita bawa dalam hidup dengan stereotype di atas. 

1. Apakah kita merasa diri kita special? (forget about better than our peers for awhile)
2. It is more important to find a dream job than secured job, right?
3. Ambitious.We should achieve more than our parents did. 
4. A very high expectation of life. Thanks to facebook and path. Our neighbor's lawn is greener than ours. 
5. Very Competitive. Karena ekpektasi yang tinggi, kita tidak pernah mau "to be left-out"

Denying? Then let me giving an example in a real life.

Sebuah BUMN di Indonesia sedang berada dalam masa pertumbuhan ekponensial setelah sebelumnya struggle karena hantaman krisis finansial '97, dan 2008. Pertumbuhan tersebuh dibarengi dengan rekruitmen besar-besaran yang dimulai dari tahun 2008 hingga saat ini. Secara matematis, rekruitmen fresh graduate di tahun 2008 untuk mereka yang lahir dari tahun 84 sampai 86. The very first born of generation Y. 
Gelombang recruitmen besar-besaran membuat sedikit banyak 'nature' yang dimiliki perusahaan itu berubah, meskipun people say BUMN is rather difficult to transform,right?

Rapat-rapat yang berlangsung di perusahaan yang dulunya hanya di'pegang' (opini, usul ) oleh senior management  kini sedikit banyak berbeda. Non-senior management (yang mana fresh recruitment) bisa menyampaikan pendapat dan usul tanpa merasa takut atau sungkan. Ide-ide yang muncul juga segar dan creative sesuai dengan karakter generasi Y, open mind dan creative. Rapat-rapat level pelaksana kini tidak harus dilakukan oleh senior management, bahkan orang bau kencur boleh hadir dan menyampaikan pendapat/ 
Perubahan kultur tersebut memang sangat baik karena membawa perusahaan ke arah yang dinamis- masih seperti karakter generasi Y namun juga membawa keluhan pada para penduduk perusahaan yang lebih lama. They said new comers didn't have manner and highly praised themselves. Mereka tidak mau mengerjakan pekerjaan yang tidak membutuhkan kreativitas mereka berkembang. Clerical, administration, documentation works dianggap tidak layak dikerjakan untuk otak mereka yang sangat pintar. 
Setelah beberapa tahun berjalan, generasi Y ini dengan cepat berpindah kerja. Turn over perusahaan sangat tinggi sehingga membuat mata direksi seperti mata sauron. What happen? salary mereka berada di atas market, jaminan kesehatan dan lain-lain juga sudah fully secured lalu kenapa mereka masih ingin pergi?

Rupanya generasi sebelumnya lupa bahwa generasi Y adalah generasi dinamis yang memiliki ambisi. Secured job bukanlah ambisi. Jika mereka mendapat kesempatan kerja di tempat dimana otak mereka dihargai lebih tinggi, kreativitas mereka dibiarkan berkembang di lingkungan perusahaan yang lebih terbuka, dan tempat dimana mereka dapat bekerja dengan passion, mereka tidak akan berfikir 2x. Mereka masih mencoba mendefinisikan  a dream job, seperti value yang mereka bawa. Dan bagi mereka yang belum mendapat kesempatan untuk pindah kerja, setiap hari mereka akan mengeluh betapa membosankan pekerjaan dan segera resign soon. Sehingga ujungnya, perusahaan mulai memutar otak untuk menurunkan turn over pegawai yang sangat tinggi dengan berbagai disinsentif.

So how, can we admit that value?

Aku bisa memberikan contoh beberapa orang yang kutemui adalah real generation Y dengan kadar yang sangat kental; cocky, manja dan unable to help their self because too depending on their parents.

What make us behave like that? Orang tua kita, Generasi X dan baby boomers merupakan generasi yang berjuang from the scratch. Mereka adalah orang-orang yang berperan besar membangun perekonomian kita dari 0. Sebagian besar mereka terlahir dari keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan sehingga nenek kakek kita menanamkan "kerja keras" bahkan sangat keras untuk mendapatkan standart hidup yang layak. Perjuangan yang dirasakan orang tua kita menjadikan mereka tidak ingin anak-anaknya merasakan kerja dengan sangat keras.

Mereka memberikan kenyamanan. Pendidikan yang sangat mencukupi, rumah yang sangat nyaman, barang-barang mewah seperti HP, TV, video game agar kita bahagia. Kenyamanan itu yang membuat kita tidak terlalu bisa menghargai value of kerja keras. Pendidikan formal tidak pernah mengajarkan kerasnya kehidupan nyata sehingga saat kita terjun ke dunia kerja di awalnya kita akan canggung untuk melebur dengan generasi sebelumnya, lalu kemudian karena kita tumbuh saat perkembangan dunia bergeser dengan cepat, dengan cepat pula kita beradaptasi.

Lalu bagaimana dengan generasi iY saat mereka terlahir dengan gemerlapnya dunia IT. Kita bisa menengok adik-adik kita yang sekarang duduk di bangku SMA dan kuliah. They barely live without IT bahkan kadar 'high value of their self' dan kemanjaannya kadang membuat kita wondering how the world has change so fast. Some of them refuse to go out because they got everything they need from the tip of their hand. 

Our Gen Z

Kemudian pertanyaannya adalah bagaimana nasib generasi Z? sebagai generasi Y kita melahirkan generasi Z dimana informasi membanjiri seperti air bah-baik maupun buruk, dan akses menuju informasi ada di ujung tangan kita. Contoh generasi Z adalah keponakanku, 4 tahun sudah bisa mengoperasikan komputer dan mengetik kata "princess" di youtube. 

What is our moral obligation? Did all of those thing scare us as parent? dan karena begitu banyaknya kemudahan yang akan didapatkan anak kita lantas kita tidak berhenti membandingkan mereka dengan diri kita kemudian menuntut mereka untuk memenuhi ekpektasi kita?

To be cautious, generasi Z yang sedang terjadi saat ini telah membawa value berikut ini:
  1. Sangat tergantung pada teknologi. Terlahir dengan teknologi yang sudah mapan, mereka akan sangat familiar dengan teknologi dan membuat mereka terlihat sophisticated. Teknologi yang susah di mata kita, merupakan hal yang sangat biasa bagi mereka. Teknologi merupakan problem solver bagi mereka oleh karena itu mereka dapat melakukan sesuatu dengan segala yang otomasi sehingga membuat mereka cenderung manja dan tidak mengenal kata 'manual'.
  2. Sangat 'mobile'
  3. Hyperconnected. Mereka terhubung dengan teman-teman mereka melalui media sosial sehingga apapun informasi yang mereka miliki akan dibagikan secara online.
It is scare us right? even us a generation Y. Well, metode mendidik generasi Z telah banyak diulas di internet, ataupun buku-buku untuk menghindari the real zombie apocalypse (too 'mobile'). I am no expert and I didn't have experience to nurture generation Z. 

But one thing for sure, what makes us right now is in spite of technology and world development, also because value of our parent had. And it is also applied to next generation. They develop because our self value. So, better define your value at best before start giving a lesson to the next generation.

That's all rubbish. 

  









Comments

Post a Comment

Popular Posts