Wajah Pendidikan Anak Indonesia

Wajah Anak Indonesia
  

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world (Nelson Mandela, Time )


Selasa tanggal 8 Juni 2013, akhirnya aku bisa mewujudkan salah satu resolusi tahun 2013 yaitu kembali ke bangku SD untuk mengajar.

Berawal dari rekomendasi seorang teman, dengan separuh harapan aku mengisi form kelas inspirasi, salah satu program dari Indonesia Mengajar yang memberikan kesempatan bagi para profesional untuk berbagi pengalaman mereka kepada anak-anak yang masih sedang menjalin cita-cita di bangku SD.

Di kelas Inspirasi, aku ditemukan dengan 12 teman baru yang berasal dari latar belakang profesi, umur, kelas sosial yang berbeda untuk mengajar di SDN Beji 1 Depok.

Setelah di-brief bagaimana cara-cara untuk menarik hati perhatian anak SD oleh panitia selama setengah hari, akhirnya aku dengan 12 Teman baruku harus berkoordinasi menyusun pendekatan yang paling tepat untuk mendekati the little monsters eh..angels. 

Di dalam briefing itu, disampaikan sebuah pembuka yang manis dari tokoh pendidikan Indonesia, Anis Bawedan. Anis Bawedan adalah rektor (termuda) dari Universitas Paramadina dan penggagas program Indonesia Mengajar. Anis selalu concern terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia dan hingga saat ini dia masih teguh pada pendiriannya untuk tidak tergabung dalam suatu parpol manapun. Independensi dia-lah yang membuat orang semakin hormat kepada Anis.

Beliau menyatakan apresiasinya terhadap sukarelawan, karena selama Ini Beliau berpendapat bahwa begitu mudah bagi orang untuk mengkritisi, mengomentari namun hanya beberapa yang benar-benar mau bergerak untuk memperbaiki Permasalahan bangsa. Pendidikan adalah hal yang paling fundamental dari pembangunan bangsa. Perbaikan pendidikan saat Ini akan menentukan masa depan bangsa Indonesia. 

Tujuan kelas inspirasi Ini adalah untuk mengenalkan kepada anak-anak Indonesia bahwa di dunia luar terdapat ribuan jenis pekerjaan dan menyampaikan bagaimana cara untuk meraih cita-citanya. Bahwa nanti suatu saat, mereka tidak harus menjadi dokter, polisi, tentara, guru, namun mereka bisa menjadi fotografer, penulis, peneliti, pengusaha, petugas Pemadam kebakaran, chef, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang belum pernah terbayangkan oleh mereka

Ide awal program adalah menyampaikan bahwa mereka boleh menjadi apapun, bahwa tidak ada cita-cita yang buruk selama mereka bisa menjaga kejujuran dan integritas. 

Mencoba bermain dengan anak kelas 1 SD
Setelah menyiapkan alat peraga, berlatih semalaman, dan deg-degan sebelum tidur, akhirnya aku berangkat pukul 04.15 wib untuk mencapai Depok sebelum jam 06 pagi. Setelah berhasil merepotkan teman 1 Tim, aku tiba di SDN Beji 1 dan harus menghadapi pertempuran dengan diriku sendiri. Kenapa aku sebut pertempuran, karena aku pribadi adalah orang yang super dingin sehingga aku harus berusaha  agar bisa menjadi seseorang yang hangat di depan adik-adik yang masih duduk di bangku SD.

Pertempuran pertama harus kulalui dengan menghadapi anak-anak kelas 1. What can we expect from merely 6-7 years old children? Akan membutuhkan metode yang berbeda untuk memberi mereka pengetahuan tentang pekerjaanku yang lumayan uncommon. In fact, They are only want to have fun!

Bersama dengan sparing partnerku, kami berusaha mencoba masuk dengan pendekatan untuk menjadi teman bermain mereka. Ketika kami mulai bertanya Apakah mereka tahu tentang cita-cita, in fact they do, Apakah cita-cita mereka? Just like my earlier years, mereka bercita-cita menjadi profesional yang selama ini mereka lihat di sekitar mereka. Mereka ingin menjadi tentara, dokter, dokter hewan, dokter anak. 

Lantas tahukah mereka tentang pekerjaanku? banker? atau pekerjaan satu timku_marketer? Saat melihat begitu mudah perhatian mereka terpecah, aku sadar bahwa aku tidak akan bisa menyampaikan seutuhnya tentang pekerjaanku kepada mereka. Karena nyatanya, perjuanganku adalah bagaimana caranya membuat mereka terus memperhatikanku, atau setidaknya tertawa bersamaku.

Sekilas aku menjadi merasa nostalgia, teringat pada wali kelasku saat kelas 1 SD. Ibu Sukri namanya, beliau adalah wanita  tua yang cantik dengan desibel suara super rendah. Bagaimana cara Ia menarik perhatian kami-yang saat itu memiliki suara mirip anak-anak anjing? Selalu menjadi misteri bagiku, sampai akhirnya detik itu aku tersadar bahwa saat aku kelas 1 SD , aku sangat menyukai Ibu Sukri, dan hal itu merupakan tiket bagi Ibu Sukri untuk menarik perhatianku. 

Membangkitkan imajinasi, mengembangkan kreativitas
Aku sadar kalau aku harus disukai mereka terlebih dahulu sebelum meminta mereka mendengarkanku. Untungnya, hal itu bukan tugas yang sulit karena sparing partner-ku, Mas Adre, simply charming di depan anak-anak kecil. Penampakannya yang mirip seperti rapper Indonesia (yang pake kalung HDD) selalu berhasil membuat anak-anak itu tergelak (sorry mas-hehehe)

Semua yang aku rencanakan 1 minggu terakhir untuk menghadapi little monsters (in good phrase) ternyata berantakan dalam hitungan detik. There is no plan A, B namun langsung Z. Improvisasi, hanya naluri alamiah seorang pendidik yang membuatku terus maju di depan, I'msweating like a river and trying to laugh with them terutama saat ada 2 anak yang sedang berkelahi dan akhirnya salah satunya menangis. 

Main objectivesku, kuturunkan dalam sekejap. Aku tidak harus membuat mereka menyukai pekerjaanku dan mencita-citakannya (yang mana seakan aku menjebak mereka), namun aku hanya ingin mereka mengenal pekerjaanku. Menanamkan bahwa mereka harus terus menuntut ilmu setinggi-tingginya untuk kebaikan mereka sendiri. Dan yang paling penting, menanamkan ke dalam jiwa mereka bahwa mereka harus jujur dan memiliki integritas dalam hidup. Poin kekhawatiran yang saat ini berada di titik kritis diantara para generasi penerus bangsa.

My favorite age, 5th grader
Kepolosan dan kejujuran mereka-pun teruji saat aku mulai mengenalkan specimen uang asing dan kubagikan ke tangan mereka. Setelah mengamati dan mengaguminya, aku meminta mereka mengembalikan (tentu dengan disertai game terlebih dahulu), dan setelah kuhitung, alhamdulillah uang-uang mainan yang aku bawa, kembali dalam jumlah yang sama. Of course, mereka mengerti apa itu uang, dan apa fungsi uang, namun kepolosan mereka-lah yang menjaga kejujuran dalam nurani mereka.

Berbeda ketika aku mengajar kelas 6 SD yang sudah berada di usia 12-13 tahun. Meskipun sama-sama susah menarik perhatian mereka seperti murid-murid kelas 1 SD, namun kreativitas berfikir mereka telah berkembang. Apa yang mereka alami, lihat dan rasakan telah membentuk attitude mereka. Dengan kritis, mereka mempertanyakan hampir setiap kata-kata yang terlontar dari mulut guru-meskipun tidak semua namun hampir sebagian besar. 
6th grader

It is good thing though karena hal itu adalah bukti bahwa kecerdasan mereka berkembang. Kritis adalah salah satu bukti bahwa mereka berfikir kreatif, meskipun yang disayangkan ada yang kurang yaitu attittude. 

Aku tidak bisa ingat saat kelas 6 SD apakah aku dan teman-temanku sudah berani menimpali dengan kasar kata-kata guruku. Karena bagaimanapun di jamanku, Guru adalah seorang panutan, orang tua kami yang ada di sekolah yang harus kami hormati sama tingginya dengan orang tua yang membesarkan kami di rumah. 

Mungkin dulu aku dan teman-temanku terlalu takut dengan penggaris tebal yang siap dipukulkan kepada siswa yang nakal, atau kembali lagi karena kami sangat menyukai guru kami, aku tidak ingat. Namun yang pasti tataran pendidikan saat ini telah berubah total. Keberanian dalam mengutarakan pendapat_hasil dari demokratisasi yang beberapa tahun terakhir ini kita elu-elukan, atau mungkin hasil dari globalisasi yang telah menyentuh dengan cepat ke adik-adik itu, membuat mereka memiliki keberanian dalam berpendapat. 

Bukan berarti ini hal yang baik atau buruk. But, really it is just amazed me for awhile (ok, where have I been????) 
Menulis cita-cita, menjalin impian

Bergeser dari kelas 6 SD yang sudah berada di usia hampir puber, akhirnya aku bergeser ke kelas 3 SD. Ini adalah usia favoritku karena mereka berada di usia yang telah memiliki pengetahuan yang cukup, dan kekritisan pada porsi yang tepat. 

Berbicara di depan mereka, in fact hampir seperti literally talking. Aku tidak perlu mengencangkan suara, namun dengan mudah mereka memperhatikanku. 

Bercerita kepada mereka pun seperti berbicara kepada seseorang yang sebaya. Of course they do know about bankir (walaupun sebatas teller dan customer service), namun pada akhirnya aku berhasil menyampaikan dengan utuh seperti apa lakon tugas yang selama ini kujalani. 

Di depan kelas itu juga aku akhirnya bisa bercerita tentang kegandrunganku pada membaca yang kumulai sejak aku bisa membaca, bahkan aku mewariskan buku masa kecilku untuk mereka. Ideku sederhana, karena buku itu yang dulu membuatku menjadi haus akan pengetahuan, dan di saat seperti ini saat akses kepada informasi yang sangat mudah maka akan sangat mudah bagi mereka untuk bisa menjadi seseorang yang jauh lebih hebat di atas aku.

Sehari itu, aku tidak hanya belajar bagaimana berbicara kepada audiens yang 180 derajat berbeda denganku, namun hari itu aku mulai mengerti banyak hal. Aku mengerti bagaimana perjuangan seorang guru (bukan berarti selama ini aku tidak mengerti, namun sejak hari itu aku duariburius mengerti) untuk memberikan tidak hanya pengetahuan, wawasan, namun juga nilai (value) kepada anak didiknya. Bahwa mengajar bukan hanya berarti mentransfer pengetahuan kepada setiap murid, namun juga suatu proses penanaman karakter  baik untuk sang murid dan guru itu sendiri.

Itulah mengapa terdapat pepatah guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Karena guru tidak hanya menanamkan pengetahuan, namun juga karakter kepada sang murid. 

Selama ini aku hanya berfikir bahwa karakterku tercipta karena sifat asli, orang tua, dan teman-temanku. Dengan durhaka aku melupakan bahwa aku berada di sini karena guru-guruku. 

Bersama 2nd grader

Mengalami bagaimana menjadi seorang guru instan, aku jadi teringat dengan topik menghangat akhir-akhir ini, Kurikulum 2013. 

Penyusunan kurikulum ini menggunakan metode yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena Kemendiknas sengaja melemparkan draft kurikulum 2013 kepada publik untuk dapat memberikan masukan agar kurikulum tersebut mendekati sempurna.

Secara umum kurikulum 2013 mengadopsi pendekatan yang baru dari kurikulum sebelumnya yaitu pendekatan ilmiah dimana mereka menyusun kompetensi yang akan dicapai terlebih dahulu  baru menyusun mata pelajarannya.  Selain itu proses pembelajaran diubah menjadi tematik-integratif, sebagai contoh guru menetapkan tema gunung, maka selama berhari-hari pelajaran akan membahas tentang gunung baik dipelajari dari sisi bahasa indonesia, IPA, matematika, IPS dan lain-lain. 

Untuk hal ini, aku setuju dengan Pak Nuh. Pendekatan seperti itu terbukti sangat efektif terutama di luar negeri, dimana murid diajak untuk mengembangkan nalarnya terlebih dahulu, bukan sekedar hafalan. Murid Indonesia sudah haus akan guru yang mau bercerita kepada mereka, bukan sekedar guru yang menyuruh mereka untuk menghafal. 

Namun saat Mendiknas memutuskan untuk menambah jam pelajaran mereka, i strongly opposed it. Kupikir usia SD tidak perlu diberi beban yang melebihi usia mereka. Usia SD adalah masih berada di usia bermain, dan pengembangan kreativitas, dan penemuan bakat. Kita tidak harus membebani mereka untuk menjadi juara olympiade fisika atau kimia. Nanti saat mereka mulai masuk usia SMP atau SMA, mereka baru bisa dibekali dengan mata pelajaran yang mengasah kemampuan exacta mereka. 

Menempelkan cita-cita di pohon impian

Penutup hari itu, kami mengumpukan seluruh murid di lapangan, bermain, tertawa dan pada akhirnya meminta mereka 
menulis cita-cita mereka di pohon harapan yang kami buat. Idenya, lami hanya ingin membuat anak-anak itu mulai memikirkan tentang cita-cita mereka. 

Jika suatu hari mereka berubah pikiran, maka tidak akan menjadi masalah. Namun yang pasti hari itu, kami ingin mereka mengenang suatu saat kelak bahwa dulu ada satu hari di saat mereka duduk di bangku SD adalah moment saat mereka mulai menggariskan tujuan hidup dan hari itu adalah saat orang-orang asing itu datang ke sekolah mereka.

Orang-orang asing itu adalah orang-orang yang sangat peduli dengan nasib generasi penerus bangsa ini. Mereka adalah orang yang menginginkan terbaik untuk masa depan anak-anak yang bahkan belum pernah mereka lihat sebelumnya. Orang-orang itu berdoa dari dalam hati mereka, bahwa kelak anak-anak yang mereka kunjungi akan jauh menjadi lebih sukses dari diri mereka sendiri. Orang-orang itu adalah  orang yang mencintai bangsa ini dan terus percaya bahwa bangsa ini akan menjadi lebih baik kelaknya.

Mereka adalah orang-orang asing yang berharap generasi penerus memiliki bekal integritas dan kejujuran yang kuat, karena di masa ini, jaman ketika mereka bertugas sebagai pemikul tanggung jawab, mereka melihat teman sebayanya tidak lagi memiliki integritas, menghalalkan segala cara untuk keuntungan sendiri.

Orang-orang asing itu, adalah orang yang memiliki mimpi untuk menyelamatkan tunas bangsa karena ketidakmampuan mereka menembus rerimbunan daun yang telah busuk di atasnya.

Sedangkan untuk diriku sendiri, pengalaman ini telah menyadarkanku terutama ketika melihat keduabelas temanku__masing-masing berbeda usia, latar belakang dan pekerjaan, bahwa di negeri ini masih ada orang yang dengan tulus mau memikirkan nasib bangsa ini. Mereka tidak berbicara tentang idealisme, mereka tidak mengkritisi bobroknya pemerintahan atau pendidikan bangsa ini, namun yang mereka lakukan hanyalah mengambil langkah kecil, berusaha seoptimal mungkin berfungsi dalam usaha penyelamatan generasi bangsa. 

Teman-temanku itu, adalah orang-orang yang membuatku kembali mempercayai bahwa moral bangsa ini masih bisa diselamatkan! 

Dan momen saat anak-anak itu berebut mencium tanganku, kemudian menanyakan kapan aku kembali lagi ke SD mereka, membuatku tidak tahan untuk menyembunyikan air mata bahagia yang hampir menetes. Kepolosan mereka tepat menyentuh hatiku, karena aku sadar mereka tidak mengharapkan apapun, selain keberadaanku sebagai teman berbagi cerita and it is goddam killing me! 

Keduanya, teman-teman satu timku dan anak-anak itu sangat menginspirasiku and now I understand why they named it Kelas Inspirasi! Yesterday is one of the best day in my life!  

Bersama Teman-teman 1 tim



I blog with BE Write

Comments

Popular Posts