Motherhood for Newbie


 
 
Pagi itu, saat akhirnya aku dapat kemewahan mencuci rambut pakai air panas, antara membilas sampo dan mengaplikasikan kondisioner, sebuah kenangan muncul dalam otakku. Selama  kecil, aku selalu suka main boneka-bonekaan, setiap hari, bahkan saat temanku ga ada yang mau nemenin, aku bermain sendiri. Sampai dewasa pun, aku masih suka membeli boneka, walaupun untuk koleksi atau saving for my future daughter, tapi tidak lagi dimainkan. Jadi, keluargaku selalu percaya that my future daughter will be like my live-doll.

Saat menikah, aku dan suami-kami tahu, we always want a child but never rush it. Perkara punya anak bukan cuma gemes-gemesan atau memikirkan tabungan untuk pendidikan dan kesejahteraannya. Tapi deep down, aku lebih khawatir bagaimana kalau menjadi orang tua yang tidak bisa membahagiakan anakku. Mendidik anak adalah tugas yang sangat besar, and there is no manual in it. Gimana kalau aku membuatnya tidak bahagia? Karena aku tahu, memiliki anak akan mengubah wanita jadi jauh lebih mencintai anaknya daripada dirinya sendiri. Jadi bayangkan jika anak tidak bahagia, berapa kali lipat tidak bahagia ibunya? 
 
Jadi, secara tidak sadar sepertinya hal tersebut membentuk mental slacking off untuk punya anak. We tried our best but never rush it.
 
Setahun kami belum punya anak, kami pergi ke dokter. Both of us are checked dari dokter satu ke dokter lain, rumah sakit satu ke yang lain. Perjuangan dua garis seperti yang orang-orang tahu, panjang dan melelahkan (serta costly). Apalagi kalau tinggal di Jakarta, suami-istri bekerja, investasi pada waktu sangat besar. Perjalanan dari kantor menuju rumah sakit kena macet, waktu tunggu selama antrian  konsultasi dan perjalanan dari rumah sakit menuju ke rumah. Bertahun-tahun. Berapa banyak waktu yang menguap di jalanan dan ruang tunggu? mungkin ada 2 tahun :(. Belum lagi quest mencari dokter yang cocok seperti menonton pertarungan Goku dan Friza di Indosiar, lama dan ga abis-abis. Dari dokter yang super terkenal, antri berjam-jam sampai pasrah ketemu dokter tersepi dan terdingin. Di titik itulah aku paham, mencari dokter seperti si jomblo mencari yayang buat nikah.  Ini semua perkara jodoh.

Singkatnya, it took 8 years sampai akhirnya aku melihat dua garis di test pack pagi itu. Reaksiku? standar, menangis dan tidak percaya. I think I never been happiest in my life till that point. All happiness in the past are prevail. Ya, selebay itu. Karena, sudah berapa banyak test pack yang kucoba, baru hari itu bergaris dua.
 
Pagi itu,  aku langsung pergi ke Prodia untuk test HCG. Badanku masih melayang antara percaya dan tidak percaya. Ada perang batin, 'ah gimana kalo false positive?' di sisi lain, 'Omg, there is a life in my womb!' 

Dramanya lagi, ternyata Prodia di deket rumah tidak bisa memberikan hasilnya dengan cepat. Fast forward, beberapa hari kemudian aku ke SpOg dan dokter bilang :
"Alhamdulillah Ibu hamil," sambil menunjukkan hasil USG di layar yang hanya titik kecil. Meskipun ga paham gambar di USG, tapi di situ seluruh duniaku menjadi surga terindah yang ada dalam benakku. Bunga bermekaran, komedi putar berdendang, kembang api meluncur. Suamiku? ah, dia dengan datar bilang: "Aku sih udah yakin dari hasil test pack." That's us, pesimist and optimist.

Perjalanan selama kehamilan pun bisa dibilang complete. Checklist gejala kehamilan yang ditulis di buku hampir semua kurasakan. Trimester pertama berat karena dalam sehari bisa muntah berkali-kali. Belum lagi harus pulang pergi ke kantor kena macet luar biasa. On the side note, I really hate jalan ciledug, pembangunan tanpa henti bikin macet ga kira-kira. Dan sudah berapa liter muntahan tertumpah di sepanjang jalan itu. Saking ga sabarnya, berkali-kali mengajukan pengaduan di Jaki.

Trimester kedua is okay, baby bump udah mulai nongol, mual udah hilang dan bisa jalan-jalan. Di titik ini, ketakutanku mulai berkurang. My baby is strong enough. Aku mulai memberikan kabar ke orang-orang kalau aku sedang hamil. Walaupun sejujurnya, aku masih tidak percaya, seperti keajaiban yang mungkin akan musnah jika banyak orang yang tahu. Untungnya banyak orang yang mendukung dan mendoakan dengan tulus. Seorang teman yang lagi hamil juga bilang kepadaku : Percaya mbak, kalau Allah udah ngasih, pasti akan menjadi milikmu. Tapi, doa di setiap malam tidak pernah putus. Dan karena aku sedang fase penakut, segala macam test kita lakukan untuk memastikan jabang baby sehat dan enjoy fase perkembangannya di rahim. Dari seorang yang males ke dokter jadi dikit-dikit ke dokter.
 
Trimester ketiga, sama beratnya dengan trimester pertama. Karena badan udah mulai berat dan pada bulan ke delapan, timbul lah unexpected challenge. Gatel. Gatel yang ga bisa dinalar di sekujur tubuh sampai ga bisa tidur setiap malam. Seminggu sebelum lahiran adalah puncaknya, kulit terkena jahitan baju aja udah gatel minta ampun. Kadang, sampai nangis karena kesel banget gatelnya. Dan Insomnia. Setiap hari, baru bisa tidur jam 4 pagi karena overthinking. Orang yang mengenalku lama pasti tertawa karena seseorang yang cuek seperti aku bisa overthinking. 

Setiap hari, aku berdoa, ayo cepat maret biar bisa lahiran dan ga gatel-gatel lagi.

Fast forward, akhirnya pada tanggal 02 Maret, aku ketemu dengan my beautiful baby girl. Sampai akhirnya ia berada di pelukanku, no, I don't believe it. Memeluknya, menyentuh kulitnya yang halus seperti kaca dan memandang wajahnya (yang mirip bapaknya! Jadi aku cuma mesin fotokopi di sini), you know, you are different woman than yesterday. Mother's instinc kicked in, dan segala jenis ketakutan muncul, yang aku tau akan menemaniku di sepanjang hidupku.
 
Aku ga punya masalah banyak dengan proses melahirkan. Dokternya capable dan rumah sakitnya sangat supportif (kecuali harganya hahaha). Dari trimester ketiga, aku memang memilih cesar karena pertimbangan umur (dan betapa magernya aku untuk yoga selama hamil). Nagita Slavina sold ERACS method very well jadi aku kebeli, dan memang post natal, tidak semengerikan yang diceritakan orang tentang Cesar. 

Yes, it hurts terutama 2 hari pertama setelah operasi, tapi bearable, lebih sakit pas dilepas kateter hehe. Saat disuntik bius pun I have no recollection that it was hurt so bad. Sakit, ya kaya diambil darah. Mungkin dokterku canggih, atau alatnya yahud. No idea. 

Setelah melahirkan, kupikir the hardest part has been passed. TERNYATA AKU SALAH. THIS IS THE BEGINNING OF EVERYTHING. NO BODY TOLD ME HOW HARD TRIMESTER IV IS!

There is a tiny human being that depend her life on yourself. And that tiny human being cannot even speak yet. Bahkan, ia hanya bisa minum dari susu yang ada di tubuh ibunya. Ditambah lagi tekanan bahwa seluruh organ dalam tubuhnya belum sempurna. She's so fragile, takut kegencet badanku yang segede dugong. 

Kebanyakan minum, Ia akan cegukan. Tidak disendawakan, ia akan gumoh, salah posisi menyusui bikin dia kembung. Kalau payudara terlalu deras dihisap bikin dia kesedak. Trust me, melihat dia kesedak tidak bisa bernafas bikin ibunya ikutan ga bisa nafas.
 
MENYUSUI ITU SANGATLAH SULIT KAWAN. Dibutuhkan seluruh elemen masyarakat untuk bisa membuat seorang ibu menyusui bayinya, ya termasuk pak kades kalo bisa. Who ever thought pelekatan dari bibir bayi ke aerola itu merupakan proses yang berdarah-darah (putingnya).
 
Posisinya harus benar, Ibu harus relax, her tiny mouth, your swelling breast, your milk supply and her crying also frustration. It took a month sampai aku bisa menyusui tanpa panik.  

Kenapa aku bilang dibutuhkan dukungan 1 desa, karena mental ibu setelah melahirkan tidak sekuat karang. Melihat anak yang terus menangis karena tidak bisa menyusu, dalam hati kecilnya juga stress minta ampun dan mau menyerah. Ditambah kalau dokter mengatakan : ini, berat badannya ga naik-naik, harus ditambahin sufor daripada stunting, lalu ibu atau mertua menambahkan : "anak kamu nangis terus, kasih sufor aja bagus juga kok."

Here, here. Ibu yang melahirkan punya dua opsi dalam memberikan susu kepada bayinya. Pertama eksklusif ASI dan yang kedua adalah memberikan susu formula. Pro dan kontra tidak akan saya ceritakan di sini, tapi dari awal saya ingin memberikan ASI eksklusif ke baby jadi aku harus teguh.

Kupikir, memberikan ASI itu perkara supply. Selama ASI keluar, then it is settled. But no, banyak halang rintangnya, termasuk puting lecet, ASI tersumbat. Khusus yang terakhir biasanya dibutuhkan Pijat Laktasi yang menurutku, lebih sakit daripada cesar itu sendiri. 

And there is no manual in it. Orang hanya bilang soal begadang, tapi tidak ada yang bilang dibutuhkan ilmu dan kreativitas untuk menidurkan this tiny human being. Kemaren tidurnya harus diayun-ayun, hari ini ditaruh di dada, ntar malem harus sambil pegang nenen, besok paginya harus ditepuk-tepuk pantatnya. Segala ilmu di internet telah kupelajari untuk menidurkan si kecil, ada yang berhasil sekali kemudian tidak berhasil..jadi seperti lagunya Maroon 5 Nothing Last Forever.

Dua hal itu termasuk yang terberat, menyusui dan mengatur jadwal tidur bayi. TAPI, yang lebih menakutkan adalah bertanggung jawab akan kesehatan makhluk kecil yang kamu cintai melebihi apapun. 

Sebulan pertama, halodoc is my best friend. Berkali-kali bertanya ke dokter tentang sesuatu yang sebenarnya aku tahu jawabannya. Dari warna poop, tali pusar yang tak kunjung puput, biang keringat, kenaikan berat badan yang seret dan masih banyak lagi.

TENANG, INI AKU MENGELUH BIAR GA STRESS, BUKAN BERARTI AKU GA BERSYUKUR. Karena postpartum depression is no joke! Mungkin hampir seluruh wanita yang melahirkan di satu titik mengalami depresi. 

Begitu banyak triggernya. Hormon, sleep depriviation, ga ada support dari sekitar, clueless-ga paham ini bayi kenapa nangis terus dan masih banyak lagi. Banyak wanita yang mengalami namun memilih diam, entah karena malu atau memang tidak ada yang mendengarkan. 

Ada saat malam-malam panjang bayiku tidak bisa tertidur (really, she needs our help to sleep), dari jam 10 malam sampe jam 4 pagi, berhari-hari. Segala macam cara sudah kulakukan agar ia tertidur, tapi gagal, bahkan putingku sampe kehilangan harga diri dan bentuknya saking lamanya dia kunyah agar dia tertidur. Aku menangis saat dia ikut menangis. Dan waktu melihat kulkas, terpikir, 'ni bayi taruh kulkas tidur kali ya'. IYA SEJAHAT ITU PIKIRANNYA!

Besoknya, aku curhat sama suami kalau menjaga bayi dari jam 10 malam sampe jam 4 pagi adalah tugas yang tidak mungkin, walaupun mau bagaimana lagi, aku adalah pabrik susunya-tapi dukungan moril suami sangat dibutuhkan dan untungnya pikiran aneh-aneh langsung musnah. 

Kupikir, tantangan terbesar ibu baru adalah dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Ketakutan dan tekanan dari luar membuat isi kepalanya seperti panci presto isi bandeng di dalamnya. Bisa meledak, atau bisa melebur. 


Hal itu juga salah satu alasan aku menceritakan isi kepalaku dalam tulisan ini, setelah sekian lama hiatus menulis. Dibutuhkan lebih dari 1 bulan lamanya untuk menulis ini karena sesulit itu menemukan waktu beberapa jam menjadi diri sendiri sejak melahirkan. 

Selain itu, menulis ini juga untuk menyebarkan kepada khalayak bahwa ibu setelah melahirkan masih membutuhkan dukungan (selama ini fokus ke ibu hamil). Alasan mengapa banyak ibu yang tidak berani bercerita atau menulis tentang Post Partum Depression atau baby blues adalah TAKUT DI-JUDGE. Yang mana biasanya 'pengadilan' itu datang dari orang terdekat seperti orang tua, suami, atau sahabat. 

Jadi, jika ada ibu yang baru melahirkan tiba-tiba menjadi pendiam atau 'menghilang', jangan dijudge, langsung saja tawarkan bantuan untuk menggendong atau KIRIM MAKANAN ENAK KESUKAAN DIA. Apalagi sampe keluar kata : "Aku dulu waktu abis lahiran dinikmatin banget, anak kan anugerah!" atau : "Ah baru anak satu, rasain ntar kalo anak 3!" IYA, KERAK TEMPE!SIAPA JUGA NANYA!
 
Seriously, don't! Jangan jadi wanita yang menjatuhkan wanita lain. Sama seperti setiap kehamilan berbeda, setiap anak juga beda.
 
By the way aku menulis ini saat anak usia 2 bulan dan dengan sangat memahami, petualangan ini masih panjang dan setiap usia selalu ada tantangannya.Ternyata seorang ibu terlahir bersama anaknya, bukan hanya sebuah quote yang cantik. Seorang ibu, sama seperti bayinya melakukan segalanya berdasarkan insting. Bayi memiliki insting awal untuk menghisap, sementara ibu memiliki insting primal untuk melindungi.
 

Salah satu nasihat yang selalu kuingat sebelum melahirkan dari temanku adalah "Akan sangat sulit mba, tapi dijalani hari demi hari aja, nanti ga kerasa tiba-tiba udah ga newborn..terus mbak pasti kangen."
 
Tidak terasa, 'boneka' tersayang ku udah 2 bulan, kayaknya baru kemaren matanya belekan karena ga bisa melek T_T.  
 
Iyes, satu demi satu hari. No Rush. Kapan-kapan dilanjut lagi sambatnya.
 
 



 




Comments

  1. Aq menangis sambil ketawa bacanya... Welcome Ibu, stay strong... Km pasti bisa melewati drama2 ini... Semangaaatt

    ReplyDelete
  2. sukasukasukasukasukasukasukasukaaaaa

    ReplyDelete
  3. Ku pun setelah baby blues/PPD (karena sebulan) memantapkan hati untuk dengan senang hati membantu para ibu yang baru melahirkan untuk sekedar mendengarkan. Berusaha untuk tidak menghakimi, sharing cerita berharap bisa jadi salah satu pilihan jalan keluar atas masalah si new mom. Semangat moms. MOM is WOW.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts